KOMPAS.com — Suparta, terdakwa dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah senilai Rp 4,57 triliun, meninggal dunia saat menjalani masa penahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cibinong, Bogor.
Meski proses pidana terhadapnya resmi dihentikan, perkara ini belum sepenuhnya selesai.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menegaskan bahwa meski tuntutan pidana terhadap Suparta yang meninggal, proses gugatan perdata tetap dilanjutkan.
Gugatan ini akan diarahkan kepada ahli waris Suparta.
“(Gugatan perdata diarahkan) ke ahli waris, di aturannya seperti itu, tapi nanti bagaimana prosesnya kita mulai dulu bagaimana sikap dari penuntut umum akan dikaji dulu,” kata Harli di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (29/4/2025).
Harli menjelaskan, sesuai Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), proses pidana tak dapat dilanjutkan terhadap terdakwa yang telah meninggal.
Namun berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, jaksa penuntut umum tetap dapat menyerahkan berita acara persidangan kepada jaksa pengacara negara untuk melanjutkan upaya hukum perdata demi memulihkan kerugian negara.
Baca juga:
“Jadi penuntut umum akan bekerja untuk melakukan analisis kemudian dikaitkan dengan aturan perundang-undangan, baik terhadap status yang bersangkutan maupun terhadap upaya pengembalian kerugian keuangan negara,” ujarnya.
Suparta diketahui menjabat sebagai Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT). Ia merupakan salah satu dari terdakwa dalam kasus korupsi pengelolaan komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah Tbk pada periode 2015–2022.
Ia terbukti menerima aliran dana sebesar Rp 4,57 triliun dan menggunakan dana tersebut untuk melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam proses hukum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Suparta sempat dijatuhi vonis 8 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 4,57 triliun subsider 6 tahun penjara.
Baca juga: Suparta, Terdakwa Kasus Korupsi Timah Rp4,57 Triliun, Meninggal di Lapas
Namun pada Februari 2025, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis tersebut menjadi 19 tahun penjara, setelah mengabulkan permohonan banding dari jaksa penuntut umum dan pihak Suparta sendiri.
Meskipun vonis pidana diperberat, besaran denda dan uang pengganti tetap tidak berubah. Suparta tetap dikenai denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 4,57 triliun subsider 6 tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.