KOMPAS.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memberikan pujian kepada Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atas kinerjanya dalam mengelola anggaran daerah.
Dalam penilaiannya, pencapaian Jawa Barat dalam realisasi pendapatan dan belanja daerah menjadi bukti nyata keberhasilan yang sulit dibantah.
Pujian ini disampaikan Tito saat memimpin Rapat Koordinasi Percepatan Realisasi APBD Tahun 2025 yang ditayangkan secara langsung melalui kanal YouTube Ditjen Bina Keuangan, Kamis (8/5/2025).
Dalam kesempatan itu, Tito menegaskan bahwa belanja pemerintah daerah sangat penting untuk mendorong pergerakan ekonomi masyarakat.
"Kalau belanjanya kurang, maka otomatis uang yang beredar di masyarakat juga kurang, dan swasta juga tak bergerak karena tidak dipicu, tidak distimulasi pemerintah," ujar Tito.
Dalam paparan evaluasi terhadap kinerja keuangan daerah di seluruh Indonesia, Tito secara khusus menyoroti dan mengapresiasi capaian Jawa Barat di bawah kepemimpinan Dedi Mulyadi.
Baca juga:
"Kita lihat Jawa Barat bagus, realisasi pendapatan 32 persen. Ini apresiasi saya untuk Pak Gubernur Pak Dedi. Angka ini menunjukkan prestasi, menunjukkan kinerja, tak bisa dibantah," ungkapnya.
Menurut Tito, angka 32 persen realisasi pendapatan hingga 2 Mei 2025 tergolong sangat baik. Tak hanya itu, realisasi belanja Jawa Barat juga dinilai paling unggul dibanding provinsi lainnya.
"Pembelanjaan juga lumayan bagus, tertinggi bahkan. Belanja seluruh provinsi kalah oleh Jabar, 21,91 persen. Artinya uang beredar, tapi masih punya cadangan sebanyak lebih kurang 11 persen atau 10 persen. Artinya kalau ada bencana dan lain-lain, itu Kang Dedi ada uang," lanjut Tito.
Selain Jawa Barat, Tito turut menyoroti beberapa daerah lain yang menunjukkan performa baik, seperti Yogyakarta dengan realisasi belanja 21,73 persen dan pendapatan 29,76 persen, serta provinsi lain seperti Sumatera Utara, Banten, Bangka Belitung, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Namun, tak semua daerah mendapat penilaian positif. Sulawesi Barat justru mendapat sorotan karena realisasi belanja yang lebih tinggi dari pendapatan.
Baca juga:
"Grafik pendapatan 16,51 persen menyentuh belanja 18,84 persen. Ini artinya, belanja lebih tinggi dibandingkan pendapatan, sehingga cadangan mengalami defisit. Sulbar ini bahaya. Untuk menutupi belanja pasti menggunakan dua hal. Satu dengan cara mengambil SiLPA tahun lalu atau mengutang," tegas Tito.
Sementara itu, DKI Jakarta disebut memiliki realisasi pendapatan yang cukup baik, yakni 27,41 persen. Namun, Tito mengingatkan agar ibu kota negara itu mempercepat realisasi belanja yang baru mencapai 18 persen.
"Kalau belanja itu tanggung jawab kadis. Dicek, kadis mana yang lincah realisasi APBD baik, dan mana yang lemot," katanya.
Dalam penjelasannya, Tito juga menguraikan bagaimana membaca grafik realisasi pendapatan dan belanja. Menurutnya, grafik biru menggambarkan pendapatan, sedangkan grafik batang berwarna hijau menunjukkan belanja.
"Kalau seandainya warna biru jauh sekali dengan grafik batang, itu menunjukkan bahwa gap pendapatannya cukup tinggi, artinya banyak simpan uang di dalam bank. Kalau dia mepet, deket-deket artinya pendapatan dan belanja tak jauh beda, cadangan uang kurang, tapi belanjanya baik. Tapi kalau garis warna biru masuk ke grafik batang, itu artinya bahaya. Defisit," jelas Tito.
Dengan capaian yang disebut sebagai prestasi “tak bisa dibantah”, Dedi Mulyadi sekali lagi menunjukkan kemampuannya dalam mengelola keuangan daerah secara efektif dan strategis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.