KOMPAS.com — Aktor Atalarik Syah mengungkapkan kekecewaannya setelah rumah miliknya di kawasan Cibinong, Jawa Barat, dibongkar oleh aparat kepolisian pada Kamis (15/5/2025).
Ia menyebut pembongkaran dilakukan tanpa surat eksekusi resmi.
Atalarik menuturkan bahwa ia membeli tanah tersebut pada tahun 2000 dan sudah sejak 2015 berupaya mempertahankan kepemilikannya. Namun, sengketa tanah yang tak kunjung usai membuat situasi kian rumit.
"Dianggap kami ini binatang, tidak ada surat. Sekarang dieksekusi, udah sampai ke genteng segala macam. Tugas ditanyain namanya satu-satu enggak ada yang mau kasih, bingung saya," kata Atalarik dalam unggahan Instagram Story melalui akun @ariksyah.
Dalam video tersebut, tampak sejumlah aparat tengah membongkar atap seng dan tiang bangunan di halaman rumahnya.
Aktor yang juga ayah dari dua anak ini merasa perlakuan yang diterimanya sangat tidak adil.
Baca juga: Rumah Dibongkar Aparat, Atalarik Syah: Saya Orang Kecil, Cuma Artis, Dizalimi seperti Ini
"Saya yang orang kecil, cuma artis, dizolimi seperti ini. Padahal belum inkrah, masih ada gugatan, lagi dirapiin. Saya bukan penipu, bukan penjahat, gampang cari saya tapi saya enggak dapat ruang untuk itu," ujarnya.
Permasalahan yang membelit tanah seluas 7.000 meter persegi milik Atalarik pertama kali mencuat ke publik pada 2016. Ia mengklaim bahwa transaksi jual beli tanah dilakukan secara sah dan disaksikan sejumlah pihak.
Namun, belakangan muncul sengketa yang menyebut pembelian itu tidak sah secara hukum.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor, akhirnya memutuskan bahwa pembelian tanah oleh Atalarik tidak sah.
Kepada awak media di kediamannya, Atalarik menjelaskan bahwa sengketa bermula dari pembelian tanah milik PT Sabta yang ia lakukan sejak 2000. Tanah tersebut memiliki luas awal 7.300 meter persegi dan kemudian terbagi menjadi beberapa bagian.
"Ini tanah PT Sabta. Saya beli, ada beberapa surat, berhasil. Saya mengurus surat dari tahun 2000," kata Atalarik.
Baca juga: Respons Tsania Marwa Saat Atalarik Sebut Anak Jengah Ditemui di Sekolah
Dokumen-dokumen kepemilikan tanah, lanjutnya, sebagian sudah rampung pada tahun 2002, baik dalam bentuk sertifikat maupun Akta Jual Beli (AJB).
Namun, saat hendak mengurus kelengkapan lebih lanjut, ia terkendala kehilangan salah satu dokumen penting.
"Terus, saya mau urus lagi udah enggak bisa. Jadi ada surat yang hilang namanya pelepasan, itu hilang katanya," ungkapnya.