Tim Redaksi
KOMPAS.com- Mulai malam ini, Selasa (17/11/2020), hingga 18 November hujan meteor Leonid akan mencapai masa puncaknya atau hadir dengan intensitas tinggi.
Astronom amatir Indonesia, Marufin Sudibyo mengatakan bahwa hujan meteor pada dasarnya merupakan kumpulan meteor yang seakan-akan berasal dari satu titik radian di langit.
"Pada kenyataannya mereka memang berasal dari satu sumber yang sama, yakni remah-remah debu dan pasir yang dilepaskan suatu komet dalam perjalanannya mengelilingi Matahari," kata Marufin kepada 优游国际.com, Senin (16/11/2020).
Kemudian, remah-remah tersebut lalu melintas di lingkungan dekat Bumi, sehingga masuk ke atmosfer menjadi meteor.
Baca juga: Fenomena Langit November 2020: Ada Asteroid hingga Hujan Meteor Leonid
Marufin menjelaskan, hujan meteor Leonid mendapatkan namanya karena seolah-olah berasal dari satu titik dalam rasi Leo (Singa).
Untuk diketahui, hujan meteor Leonid sesungguhnya akan berlangsung sejak tanggal hingga tanggal 30 November setiap tahunnya.
Sebab, setiap kali komet Tempel-Tuttle melintas di dekat Bumi, orbitnya akan bergeser secara gradual dari waktu ke waktu akibat gangguan gravitasi Jupiter.
Baca juga: Puncak Hujan Meteor Taurid Utara, Malam Ini Waktu Terbaik Mengamatinya
Sehingga, terdapat aneka lintasan remah-remah debu dan pasir yang disemburkan komet ini di langit.
Sementara, bumi melintasi aneka lintasan tersebut dalam selang waktu antara tanggal 6 hingga 30 November.
Kendati, hujan meteor akan terjadi selama sebulan setiap tahunnya di bulan November, tetapi intensitas hujan meteor yang terbesar terjadi di sekitar tanggal 17 dan 18.
"Karena (hujan meteor) pada saat itu, lintasan rata-rata komet Tempel-Tuttle adalah yang terdekat dengan Bumi," ujarnya.