KOMPAS.com - Di balik langit malam yang tampak tenang, tersembunyi sebuah kisah dramatis dari jantung galaksi kita. Di dekat pusat Bima Sakti, sekitar 200 tahun cahaya dari lubang hitam raksasa yang disebut Sagittarius A, para ilmuwan menemukan sesuatu yang sangat aneh—sebuah wilayah kacau bernama Sagittarius C.
Wilayah yang penuh dengan debu dan gas ini ternyata menjadi tempat kelahiran ribuan bintang—namun tidak dengan cara yang biasa.
Jika pusat galaksi kita adalah sebuah kota, maka Sagittarius C adalah pusat keramaian yang tak pernah tidur. Di sana, awan-awan gas raksasa bercampur dengan debu, bintang-bintang padat, dan molekul organik. Kondisinya ekstrem—persis seperti yang dibayangkan terjadi di alam semesta awal, miliaran tahun lalu.
“Ini adalah wilayah dengan kepadatan bintang dan gas yang sangat tinggi,” jelas Profesor John Bally dari University of Colorado Boulder, pemimpin studi ini. “Lingkungannya mirip dengan apa yang kita perkirakan terjadi saat alam semesta masih muda.”
Namun anehnya, dengan semua ‘bahan bakar’ itu, Sagittarius C tidak melahirkan bintang sebanyak yang seharusnya. Mengapa?
Baca juga: Hubble Ungkap Keindahan Nebula Orion, Tempat Lahirnya Bintang-Bintang
Di sinilah Teleskop Luar Angkasa James Webb memainkan perannya. Dengan mata inframerahnya yang tajam, teleskop ini menembus kabut tebal yang menutupi pusat galaksi, dan mengungkap pemandangan yang luar biasa.
Yang terlihat bukan sekadar awan gas biasa—melainkan jalinan filamen terang, seperti mie spaghetti bercahaya, yang membentang sepanjang beberapa tahun cahaya. Filamen-filamen ini adalah plasma panas yang tampaknya disusun oleh medan magnet kuat. Dan ini bukan hal yang biasa di wilayah pembentuk bintang.
“Sagittarius C terlihat sangat berbeda dibanding wilayah seperti Nebula Orion,” kata Samuel Crowe, mahasiswa tahun keempat dari University of Virginia yang turut memimpin studi ini. “Karena pengaruh medan magnet yang kuat, Sagittarius C memiliki bentuk dan tampilan yang sangat unik dibandingkan wilayah pembentuk bintang lainnya di galaksi.”
Filamen ini, menurut Rubén Fedriani dari Instituto de Astrofísica de Andalucía di Spanyol, ditemukan secara tak sengaja. “Kami benar-benar tidak menyangka akan menemukan filamen seperti itu,” katanya.
Baca juga: Fenomena Misterius di Pusat Galaksi Mungkin Ungkap Materi Gelap Baru
Sagittarius C berada di zona yang disebut Central Molecular Zone (CMZ), wilayah di sekitar pusat galaksi yang penuh dengan gas antar bintang, bintang-bintang padat, dan molekul organik. Menurut Profesor John Bally, “Ini adalah salah satu wilayah dengan kepadatan bintang tertinggi, serta awan hidrogen dan helium paling masif di galaksi kita.”
Dalam lingkungan sepadat dan seaktif ini, seharusnya proses pembentukan bintang berlangsung sangat cepat. Namun yang terjadi justru sebaliknya—jumlah bintang yang terbentuk tidak sebanyak yang diperkirakan. Inilah yang menjadi fokus utama penelitian.
Baca juga: Terkuak, Misteri Bentuk Gugusan Bintang Aneh di Pusat Galaksi Andromeda
Temuan mengejutkan ini menunjukkan bahwa medan magnet memainkan peran kunci dalam pembentukan bintang di wilayah pusat galaksi. Gaya gravitasi dari lubang hitam supermasif di pusat galaksi—yang massanya 4 juta kali lebih besar dari matahari—membuat gas di sekitarnya berputar hebat. Putaran ini memperkuat medan magnet lokal, yang kemudian mengatur plasma menjadi filamen-filamen panjang.
Filamen plasma tersebut tampaknya bukan hanya hiasan galaksi—mereka mungkin aktor utama yang mempengaruhi nasib bintang. Medan magnet yang ditimbulkannya bisa menghambat keruntuhan awan molekul yang dibutuhkan untuk membentuk bintang. Dengan kata lain, tekanan magnetik menjadi kekuatan tandingan gravitasi—dan mungkin inilah mengapa jumlah bintang yang terbentuk di Sagittarius C jauh lebih sedikit dari perkiraan sebelumnya.
Di tempat lain, awan gas akan perlahan mengerut dan melahirkan bintang baru. Tapi di Sagittarius C, medan magnet justru memberi ‘tekanan balik’, seperti tangan tak terlihat yang mencegah lahirnya bintang.
Dan bukan cuma itu. Bintang-bintang muda yang sempat lahir malah ‘merusak’ lingkungan sekitarnya dengan pancaran radiasi dan angin bintang, menyapu bersih gas dan debu yang tersisa. Akibatnya, sangat sedikit bintang baru yang bisa terbentuk.