KOMPAS.com - Perjuangan emansipasi wanita di masa kolonial tak hanya dilakukan oleh RA Kartini.
Dari timur Indonesia, kita punya Maria Walanda Maramis.
Dilansir dari Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap (2012), Maria Walanda Maramis yang bernama asli Maria Yosephine Catherina Maramis, lahir di Kema, Sulawesi Utara pada 1 Desember 1872.
Di usia 6 tahun, Maria menjadi yatim piatu. Sejak saat itu, ia diasuh pamannya.
Maria hanya bersekolah sampai tingkat dasar, selama tiga tahun. Pada waktu itu, anak-anak perempuan di Minahasa tidak diizinkan sekolah lebih tinggi.
Mereka harus tinggal di rumah untuk menunggu dipersunting.
Maria terpaksa menjalani aturan itu. Kendati demikian, ia banyak bergaul dengan orang terpelajar.
Salah satunya Ten Hove, pendeta Belanda di Maumbi yang menginspirasinya memajukan kaum wanita di Minahasa.
Baca juga:
Di usia 18 tahun, Maria menikah degan dengan Jozef Frederik Calusung Walanda, seorang guru bahasa di HIS Manado.
Suaminya mengajarkan banyak hal tentang bahasa dan berbagai pengetahuan lain.
Mereka tinggal di di Airmadidi dan Maumbi, Minahasa Utara, 10 kilometer arah timur Manado.
Pada waktu itu, wanita di lingkungan tinggal Maria tidak punya banyak pengetahuan soal kesehatan, rumah tangga, dan mengasuh anak.
Ia mempelajari banyak hal dari Ibu Ten Hove.
Pada masa itu, keterampilan menjadi modal berharga di tengah keterbatasan akses pendidikan.