优游国际

Baca berita tanpa iklan.
Salin Artikel

Pemberontakan DI/TII di Aceh

Daud Beureueh merupakan seorang pemimpin sipil, agama, dan militer di Aceh pada masa perang Agresi Militer Belanda I. 

Pemberontakan DI TII di Aceh diawali dengan adanya pernyataan proklamasi terkait berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) di bawah imam besar Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.

Latar Belakang 

Alasan mendasar yang menjadi latar belakang terjadinya Pemberontakan DI/TII di Aceh yaitu kekecewaan yang dirasakan oleh para tokoh pimpinan masyarakat di Aceh. 

Waktu itu, Provinsi Aceh dilebur ke Provinsi Sumatera Utara yang beribu kota di Medan. 

Keputusan peleburan dianggap mengabaikan jasa baik dari masyarakat Aceh saat berjuang mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia pada masa revolusi. 

Kekesalan Daud Beureueh semakin membara karena pada 1948 Presiden Soekarno pernah berjanji bahwa Aceh boleh menerapkan syariat Islam dan tetap menjadi salah satu provinsi di Indonesia. 

Karena merasa dibohongi, Daud pun memantapkan diri untuk melakukan pemberontakan dengan menyatakan bahwa dirinya bergabung dengan DI/TII yang dipelopori oleh Kartosoewirjo. 

Saat itu, Kartosoewirjo sudah mendeklarasikan berdirinya Negara Islam Indonesia pada 7 Agustus 1949, sehingga Daud semakin yakin untuk melakukan perlawanan. 

Upaya Penyelesaian 

Perlawanan yang digerakkan oleh Daud ini menuntut diberikannya hak otonom untuk Aceh. 

Melihat hal tersebut, pemerintah tidak tinggal diam, mereka segera mengambil tindakan untuk menghentikan Pemberontakan DI/TII di Aceh. 

Pemerintah pusat memiliki dua jalur dalam upaya penyelesaian pemberontakan tersebut, yaitu dengan upaya militer dan diplomasi. 

Operasi Militer dilakukan dengan menyelenggarakan Operasi 17 Agustus dan Operasi Merdeka.

Sedangkan cara diplomasi diterapkan dengan mengirim utusan ke Aceh untuk bercengkrama dengan Daud Beureueh.

Setelah melewati proses yang cukup panjang, permasalahan ini akhirnya berakhir dengan jalan damai. 

Pemerintah pusat memutuskan untuk memberikan hak otonomi kepada Aceh sebagai provinsi yang disebut Daerah Istimewa Aceh dan diizinkan menerapkan syariat Islam. 

Pada tanggal 18-22 Desember 1962, digelar upacara besar bertajuk Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh (MKRA) di Aceh sebagai tanda perdamaian. 

Pemberontakan DII/TII di Aceh akhirnya dapat diselesaikan dengan cara musyawarah.

Gerakan Aceh Merdeka 

Meskipun Daud Beureuh dan pemerintah pusat telah menyelesaikan masalah mereka dengan jalan damai, masalah lain masih kembali muncul.

Kali ini masalah dibuat oleh beberapa mantan pengikut Daud Beureuh salah satunya Hasan di Tiro. 

Hasan Tiro saat itu melihat bahwa kondisi ekonomi serta pendidikan di Aceh tengah melemah. 

Pada 30 Oktober 1947, Hasan Tiro mengadakan sebuah pertemuan bersama para mantan tokoh DI/TII dan para pemuda Aceh.

Dalam pertemuan tersebut mereka membahas tentang sumber daya alam Aceh yang telah dikeruk oleh industri asing atas izin pemerintah Indonesia. 

Bermula dari hal tersebut, muncul Gerakan Aceh Merdeka (GAM). 

GAM berkembang sangat lama, sejak tahun 1976 sampai 2005. Perlawanan GAM dan upaya penumpasannya memakan belasan ribu korban jiwa. 

Referensi: 

  • Dijk, C. van (Cornelis). (1981).  Rebellion under the banner of Islam: The Darul Islam in Indonesia. Den Haag: M. Nijhoff.
  • Kepustakaan Populer Gramedia. (2011). Daud Beureueh: Pejuang Kemerdekaan yang Berontak. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

/stori/read/2021/04/23/124724779/pemberontakan-di-tii-di-aceh

Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke