优游国际

Baca berita tanpa iklan.
Darwin Darmawan
Pendeta

Sekertaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKI)

Covid-19, Rasa Takut dan Wajah Asli Demokrasi

优游国际.com - 07/06/2021, 13:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di
Editor

ILMU politik jarang sekali mendiskusikan rasa takut masyarakat. Sebab, rasa takut dilihat sebagai emosi narsistik. Ia bertolak belakang dengan semangat warga negara yang dewasa.

Dalam tulisannya In defence of fear, Degermen mengungkapkan hal sebaliknya. Berbeda dengan asumsi umum yang melihat rasa takut sebagai emosi narsistik dari warga negara yang belum dewasa, ia menunjukkan kalau Covid-19 yang menghadirkan rasa takut dalam diri sebagian besar warga negara di dunia, merupakan hal penting untuk direfleksikan.

Covid-19 dan modernitas cair

Adalah Zygmunt Bauman, “nabi” Sosiologi yang mendiskusikan bahwa modernitas terobsesi pada ilmu pengetahuan, rasionalitas, keteraturan, penguasaan terhadap alam, penyakit, dan bencana.

Obsesi tersebut didorong oleh hasrat untuk membuat manusia aman dan nyaman sebagai tuan atas kehidupan.

Negara adalah salah satu wujud dari proyek modernitas. Ia dibuat sedemikian rupa untuk tujuan mengadministrasikan kehidupan bersama agar terwujud keteraturan, keharmonisan dan kenyamanan untuk rakyatnya.

Kenyataannya, modernitas tidak selalu bisa mewujudkan hal tersebut. Pembantaian Nazi terhadap orang Yahudi menunjukkan bahwa modernitas gagal menawarkan kepastian.

Bencana alam, perang, wabah penyakit, krisis ekonomi, menunjukkan kalau hasrat modernitas untuk membuat hidup teratur, tertata, bebas dari resiko adalah ilusi.

Menurut Bauman hidup tidak sepenuhnya bisa dikendalikan manusia. Hidup yang sesungguhnya adalah cair. Hidup itu serba tidak pasti dan tidak stabil. Ia menyebutnya sebagai modernitas cair.

Manusia di bawah modernitas cair adalah manusia yang hidup di bawah ketidapastian yang konstan. Inilah inti dari kritik Bauman terhadap modernitas yang terobsesi pada keteraturan, kepastian, hidup yang bebas risiko.

Pandemi Covid-19 ini menunjukkan betapa kehidupan tidak bisa dikendalikan oleh institusi modern mana pun.

The big other (memakai istilah Zizek yang menunjuk kepada lembaga negara, agama dan moral) atau lembaga-lembaga dasar dalam kehidupan bersama yang berperan besar mengadminstrasi dan mengatur kehidupan bersama, ternyata tidak berdaya menghadapi pandemi Covid-19.

Bukan hanya rencana pembangunan negara terhenti, kegiatan-kegiatan politik, ekonomi, budaya di seluruh dunia terpaksa berhenti. Pandemi ini membuka selubung modernitas bahwa kehidupan manusia pada dasarnya cair.

Dalam situasi yang cair dan tidak menentu ini, manusia hidup di dalam ketidakpastian dan ketakutan. Apalagi pandemi ini dialami semua: tua-muda, miskin-kaya, beragama-tidak beragama, orang kota-desa.

Karena sudah berlangsung lebih dari satu tahun, manusia belajar menerima hidup dalam ketidakpastian yang konstan di tengah pandemi yang belum jelas akan berakhir kapan.

Covid-19 dan rezim totaliter

Hannah Arendt(2017) menjelaskan bahwa asal mula dari totalitarianisme adalah rasa takut. Ketakutan, demikian menurut Arendt, merusak dan menghancurkan tindakan politik warga negara.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Komentar
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses 优游国际.com
atau