KOMPAS.com - Beberapa daerah di pesisir utara Jawa Tengah mengalami fenomena banjir rob hingga Selasa (24/5/2022) siang.
Banjir rob merupakan pola fluktuasi muka air laut yang dipengaruhi oleh gaya tarik benda-benda angkasa, terutama oleh Bulan dan Matahari terhadap massa air laut di Bumi.
Di antara daerah yang mengalami banjir rob adalah Kota Pekalongan, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Demak, dan Kota Semarang.
Baca juga: Analisis BRIN soal Banjir Rob Semarang, Benarkah karena Fenomena Astronomis?
Semarang menjadi daerah dengan dampak banjir rob yang paling parah.
Hal ini disebabkan oleh jebolnya tanggul penahan air laut di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas.
Ahli hidrologi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) M Pramono Hadi mengatakan, masalah banjir selama ini adalah kegagalan infrastruktur.
Baca juga: Update, Ini Daerah yang Masih Tergenang Banjir Rob di Jawa Tengah
Sebab, tak ada standar dalam pembangunan tanggul di pesisir pantai selama ini.
"Tanggul-tanggul itu kan hanya dibangun seadanya, yang penting tidak meluber, tapi tidak ada standar," kata Hadi saat dihubungi ÓÅÓιú¼Ê.com, Selasa (24/5/2022).
"Inilah yang menjadi kunci. Di jakarta banyak sekali tanggul-tanggul yang dibangun seadanya," sambungnya.
Baca juga: Apa Itu Banjir Rob seperti yang Menggila di Pesisir Utara Jateng: Penyebab hingga Dampaknya
Karena dibangun tanpa standar, maka tanggul tersebut akan rentan jebol ketika terjadi eskalasi pasang laut.
Padahal, tanggul merupakan upaya pencegahan banjir rob yang paling mungkin dilakukan di Indonesia saat ini, karena biayanya lebih murah.
Selain pembangunan tanggul yang seadanya, Hadi menyebut pemerintah tidak memiliki detail pemetaan risiko.
"Bukan bangun tanggul terus nol risiko, tetap ada risiko, peluang terjadinya fill apa pun, namanya kejadian alam itu kan banyak sekali penyebabnya," jelas dia.
"Inilah yang penting. Jadi bikin peta risiko, kemudian itu dijadikan dasar pembangunan, prioritasnya berdasarkan risiko," tambahnya.
Baca juga: Banjir Semarang, Apa Penyebabnya? Ini Analisis Ahli Hidrologi UGM...
Untuk penanganan berkelanjutan, Hadi menjelaskan bahwa Indonesia sebenarnya bisa menggunakan sistem polder, tetapi akan memakan anggaran lebih besar.
Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir rob dengan kelengkapan sarana fisik satu kesatuan pengelolaan tata air tak terpisahkan.
"Itu bisa diterapkan, tapi harus ada anggaran fisik, anggaran infrastruktur yang didedikasikan untuk itu. Bukan sekedar tambal sulam," ujarnya.
Baca juga: Benarkan Gerhana Bulan Sebabkan Banjir Rob, Ini Penjelasan BMKG
Terlepas dari itu, Hadi menilai bahwa sebagian besar daerah pesisir utara Jawa tidak siap menghadapi banjir rob.
Pasalnya, kondisi ekonomi Indonesia tidak memungkinkan untuk itu.
"Akibatnya, risiko banjir itu diterima masyarakat yang mungkin bisa lebih terpuruk lagi. Jadi, ini rangkaian pembangunan yang luar biasa kompleks, tidak urusan fisik semata," tutupnya.
Baca juga: Ramai soal Fenomena Pink Moon, Benarkah Bulan Berwarna Pink?
Infografik: Cara membersihkan rumah setelah banjir