Yang terpenting menurut Profesor Ann Gregory dan Paul Willis dalam buku Strategic Public Relation Leadership Second Edition adalah mengumpulkan data dan menggunakannya untuk memitigasi dampak terburuk.
Kita bisa belajar banyak dari isu perubahan iklim yang masih melanda dan bagaimana perlunya contextual intelligence dalam mengatasi berbagai isu yang disebabkan perubahan iklim. Terlebih, banyak sektor yang merasakan dampak dari perubahan iklim.
Secara umum, studi IPCC tahun 2022 memperkirakan bahwa ada sekitar 32 - 132 juta orang yang akan masuk dalam kemiskinan ekstrem. Selain itu, 3,3 - 3,6 miliar orang hidup di dalam negara yang sangat rawan dampak iklim.
Melihat betapa menyeramkan dampak perubahan iklim, pemimpin perlu step up dan menggunakan kepiawaiannya dalam banyak hal. Misalnya bagaimana menghasilkan kesepakatan antar negara.
Perubahan iklim bukan murni masalah lingkungan. Ada banyak konteks politik yang terlibat di dalamnya. Negosiasi, lobi politik, dan proses lainnya agar dapat menciptakan kebijakan publik yang ramah terhadap lingkungan.
Terlebih, ketika dihadapkan pada berbagai kepentingan negara, pemimpin perlu mencari jalan tengah yang bisa memuaskan kepentingan para aktor.
Selain masalah perubahan iklim, masalah pangan juga sifatnya multidimensi dan memiliki kaitan erat dengan perubahan iklim. Perubahan iklim berdampak pada pasokan rantai makanan global.
Asian Development Bank (ADB) menggelontorkan dana sebesar 1,4 miliar dollar untuk mengatasi masalah jangka pendek dan jangka panjang keamanan pangan pada periode 2022- 2025.
Selain itu, riset Agnolucci & Lipsis (2019) menemukan bahwa cuaca buruk membuat 30 persen pertumbuhan pangan yang diharapkan menjadi gagal di Eropa.
Menyelesaikan masalah pangan bukanlah perkara mudah karena banyak variabel yang saling memengaruhi. Ada ekonomi, fertilitas tanah, cuaca, kebijakan publik, dan lain-lain.
Pendekatan sistemik dan inovatif adalah pilihan satu-satunya agar dapat menyelesaikan isu ini. Ada beberapa aktor yang telah menghasilkan inovasi di sektor pangan.
Ada satu inovasi dari pemulia kacang dari Aliansi Penelitian Kacang Pan-Afrika. Mereka berhasil mengembangkan model riset berdasarkan permintaan yang telah menghasilkan 500 varietas kacang baru sesuai kebutuhan, selera, dan preferensi.
Ini hanyalah salah satu dari contoh bagaimana pemimpin melihat masalah dari gambaran yang lebih besar dan mengambil peluang untuk berinovasi.
Kita ambil contoh kasus lain, yaitu pada saat pandemi. Penanganan pandemi sangat sulit dilakukan karena kebijakan yang diambil akan berdampak pada ekonomi, politik, sosial-budaya, dan lain sebagainya.
Misalnya saat memutuskan kebijakan pembatasan sosial atau PPKM. Pemberlakuan PPKM bergantung pada level keparahan Covid-19. Jika parah, maka akan diberlakukan PPKM level 3 atau 4. Apabila keadaan di suatu daerah mulai membaik, akan diberlakukan level 1 atau 2.
Level dalam PPKM memberikan ruang gerak bagi pelaku ekonomi agar dapat beraktivitas kembali, setidaknya memberikan harapan bahwa segala sesuatu akan menjadi lebih baik jika daerah menaati protokol kesehatan dan melakukan vaksinasi.
Contoh kasus di atas memberikan kita beberapa benang merah. Pemimpin perlu adaptif dan melihat segalanya dari kacamata yang lebih besar. Hal itu akan membantu pemimpin menganalisis langkah apa yang tepat dilakukan di sektor A, B, C, dan lain-lain.
Tidak semua kebijakan dapat berlaku di semua sektor. Akan tetapi, semua pengetahuan berguna jika diaplikasikan sesuai konteks masalah.
Poin pentingnya adalah bahwa agar dapat menjadi pemimpin yang memiliki contextual intelligence yang tinggi, tiga kemampuan yang disebutkan Profesor Ann Gregory dan Profesor Paul Willis dalam Strategic Public Relations Leadership Second Edition sangat vital untuk dimiliki.
Pertama, kemampuan untuk beradaptasi terhadap lingkungan dengan mengubah suatu bagian dari diri pemimpin.
Kedua, kemampuan untuk mengubah konteks lingkungan untuk menciptakan kecocokan yang lebih baik.
Ketiga, kapasitas untuk mengenali tanda kapan harus berpindah dari satu konteks ke dalam konteks lainnya yang lebih rewarding.
Saya pikir, pemimpin dengan contextual intelligence yang kuat akan membawa organisasi di masa depan menuju kesuksesan. Mereka juga akan menjadi problem solver yang multidimensi. Saya yakin kualitas ini dimiliki oleh pemimpin muda Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.