KOMPAS.com - Hari Palang Merah Internasional dan Hari Bulan Sabit Merah Sedunia diperingati pada tanggal 8 Mei setiap tahunnya. Tahun ini, Hari Palang Merah Sedunia jatuh pada Senin (8/5/2023).
Dikutip dari International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (), tema perayaan Hari Palang Merah Sedunia 2023 adalah "Everything we do comes #fromtheheart".
Pemilihan tema itu dimaksudkan untuk merayakan setiap orang yang tergabung dalam komunitas tersebut untuk senantiasa melakukan aktivitasnya dengan penuh cinta dan dari hati.
Peringatan Hari Palang Merah Internasional ini dilakukan tepat di hari lahirnya Henry Dunant, pendiri International Committee of The Red Cross atau ICRC.
Lantas, bagaimana sejarah hari Palang Merah Sedunia?
Baca juga: Hari Palang Merah Indonesia, Ini Sejarah Berdirinya PMI 77 Tahun yang Lalu
Dilansir dari 优游国际.com (11/2/2022), sejarah lahirnya Palang Merah Internasional berawal pada 1859, di Kota Solferino, Italia Utara.
Pada saat itu, pasukan Italia dan pasukan Perancis tengah bertempur melawan pasukan Austria.
Henry Dunant, adalah seorang warga negara Swiss yang sedang terjebak di kota itu dalam perjalanannya untuk menjumpai Kaisar Perancis, Napoleon III.
Selama perjalanannya, Dunant menyaksikan bagaimana kondisi dan suasana di medan perang pada waktu itu. Ia melihat secara langsung ribuan tentara yang terluka parah hingga tentara-tentara yang tewas.
Di mana, setidaknya ada 40.000 orang yang menjadi korban militer yang tidak semuanya bisa ditangani oleh pasukan medis militer yang bertugas saat itu.
Kemudian, Dunant bersama dengan penduduk setempat membantu memberikan pertolongan kepada tentara yang terluka.
Berawal dari insiden tersebut, Henry Dunant yang juga penulis buku A Memory of Solferino atau Kenangan Solferino itu memunculkan gagasan untuk mendirikan organisasi kemanusiaan yang berlevel internasional.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Lahirnya Palang Merah 22 Agustus 1864
Gagasan berikutnya, ia berharap para tenaga medis diberi pengakuan dan perlindungan melalui sebuah perjanjian internasional.
Buku tersebut mendapat tanggapan postif, terutama dari Presiden Perhimpunan Jenewa untuk Kesejahteraan Umum, Gustave Moynier.