KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) menetapkan besaran Merchant Discount Rate (MDR) QRIS sebesar 0,3 persen bagi usaha mikro, mulai 1 Juli 2023.
Kendati demikian, pedagang tidak boleh membebankan biaya yang sebelumnya nol ini kepada masyarakat pengguna QRIS.
Kebijakan ini pun tak jarang menuai protes dari pedagang. Bahkan, beberapa pedagang mengimbau pembeli untuk melakukan transaksi dengan uang tunai atau cash.
Imbauan beli dengan uang tunai tersebut salah satunya dibagikan pengguna Twitter , pada Kamis (13/7/2023) pagi.
"Sebuah kemunduran," tulis pengunggah.
Tampak dalam twit, sebuah foto usaha mikro yang mencantumkan pengumuman bertuliskan, "Per tgl 1 Juli pembayaran melalui QRIS terkena potongan 0,3%. Tolong...! Kalau bisa bayar cash aja."
Hingga Jumat (14/7/2023) pagi, unggahan tersebut telah menuai lebih dari 3,7 juta tayangan, 14.700 suka, dan 3.200 twit ulang dari warganet Twitter.
Lantas, bagaimana pandangan pengamat akan dampak pengenaan tarif 0,3 persen tersebut?
Baca juga: Tarif QRIS untuk Usaha Mikro Ditetapkan 0,3 Persen, Pedagang Dilarang Tarik Biaya Tambahan
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira membenarkan, ada potensi kemunduran berupa kembali menggunakan uang tunai setelah kebijakan tarif 0,3 persen.
"Betul ada risiko itu," kata dia, saat dihubungi ÓÅÓιú¼Ê.com, Jumat (14/7/2023).
Bhima memaparkan, saat ini setidaknya ada 25,4 juta usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang menggunakan QRIS.
Angka tersebut sekitar 40 persen dari total 65 juta unit UMKM yang tercatat oleh pemerintah.
Dengan demikian, menurut Bhima, baik pelaku UMKM maupun konsumen sudah cukup nyaman bertransaksi menggunakan QRIS.
"Hadirnya MDR 0,3 persen ke pelaku usaha maka dampaknya tentu cenderung negatif," ujarnya.
"Timing-nya (pengaturan waktunya) juga tidak tepat karena tekanan ekonomi bagi pelaku usaha kecil masih berlanjut meski pandemi reda," lanjut Bhima.
Baca juga: BI Terapkan Tarif QRIS 0,3 Persen untuk Usaha Mikro Per 1 Juli 2023, Apa Alasannya?