Tim Redaksi
KOMPAS.com - Kota Lahore, Pakistan, dilanda polusi udara yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kondisi ini memaksa pihak berwenang untuk menutup semua sekolah dasar selama seminggu.
Mulai Senin (4/11/2024), 50 persen pekerja kantoran juga akan bekerja dari rumah, sebagai bagian dari rencana "karantina wilayah hijau".
Langkah-langkah lain termasuk pelarangan becak bertenaga mesin dan pedagang yang memanggang tanpa filter.
"Kabut asap ini sangat berbahaya bagi anak-anak, masker harus diwajibkan di sekolah," kata Menteri Senior Punjab, Marriyum Aurangzeb, dikutip dari BBC.
Baca juga: Studi Ungkap Polusi Udara Bikin Otak Lemot, Kok Bisa?
Lahore, kota terbesar kedua di Pakistan, menduduki puncak daftar kota dengan udara paling tercemar di dunia untuk kedua kalinya pada Minggu (3/11/2024).
Indeks kualitas udara, yang mengukur berbagai polutan, melampaui angka 1.000 pada Sabtu (2/11/2024).
Angka tersebut jauh di atas 300 yang dianggap "berbahaya" oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menurut data dari IQAir.
Tingkat partikel halus di udara, yang paling merusak kesehatan, juga melonjak hingga ke tingkat berbahaya.
Baca juga: Polusi Udara di Indonesia Meningkat pada 2023, Disebabkan El Nino dan IOD
Masalah terbesar penyebab kabut asap di Pakistan adalah praktik pembakaran limbah tanaman di perbatasan India.
Aurangzeb mengatakan, asap tersebut terbawa oleh angin kencang ke Pakistan.
"Hal ini tidak dapat diselesaikan tanpa perundingan dengan India," katanya.
Menurutnya, pemerintah provinsi akan memulai perundingan tersebut melalui Kementerian Luar Negeri.
Pemerintah mengimbau masyarakat untuk tetap berada di dalam rumah dan menghindari perjalanan yang tidak perlu.
Baca juga: Gawat, Polusi Udara Tingkatkan Depresi dan Kenakalan Remaja
Kendaraan yang dilengkapi pompa tampak menyemprotkan air ke udara untuk membantu mengendalikan tingkat kabut asap. Pekerjaan konstruksi telah dihentikan di beberapa area.
Bulan lalu, murid-murid dilarang berolahraga di luar ruangan sampai Januari 2024 dan jam sekolah disesuaikan untuk mencegah anak-anak bepergian ketika tingkat polusi sedang tinggi-tingginya.
"Sebagai seorang ibu, saya dipenuhi rasa cemas," kata Lilly Mirza yang berusia 42 tahun kepada AFP.
"Tahun lalu tidak seburuk ini. Seseorang harus memberi tahu kami apa yang terjadi. Apakah ada bom polusi yang meledak di suatu tempat?" sambungnya.
Krisis kabut asap lebih parah di musim dingin, ketika udara dingin dan padat memerangkap polutan lebih dekat ke tanah.
Baca juga: Seberapa Banyak Polusi Udara yang Disumbang Jet Pribadi? Berikut Jejak Karbonnya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita ÓÅÓιú¼Ê.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.