KOMPAS.com - Politik uang atau serangan fajar rawan terjadi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, terutama menjelang hari H pencoblosan.
Politik uang merupakan praktik yang melanggar hukum, karena berupaya mempengaruhi hak pilih seseorang dengan memberikan uang atau materi lainnya.
Biasanya hal ini dapat dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari pasangan calon, tim sukses, Aparatur Sipil Negara (ASN), badan ad hoc, hingga simpatisan atau pendukung.
Sebagai upaya untuk memberantas dan mencegah praktik tersebut, pemerintah telah menetapkan sanksi bagi pemberi maupun penerima politik uang.
Lantas, apa saja sanksi tersebut?
Baca juga: Apa Saja yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan di TPS Saat Pencoblosan Pilkada 2024?
Praktik politik uang selama pemilihan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Walikota diatur secara tegas lewat Undang-Undang (.
Dalam pasal 73 disebutkan, pasangan calon, tim kampanye, partai politik, serta pihak lain dilarang memberikan atau menjanjikan uang maupun materi kepada penyelenggara dan pemilih.
Berikut bunyi pasalnya:
1. Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih
2. Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
3. Tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain dilarang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang maupun materi lainnya sebagai imbalan secara langsung atau tidak langsung untuk:
Baca juga: Larangan Selama Masa Tenang Pilkada 2024 dan Sanksinya