PYONGYANG, KOMPAS.com - Korea Utara dilaporkan telah melarang lagu Glad to Meet You yang selama ini dianggap sebagai simbol rekonsiliasi kedua negara di Semenanjung Korea yang terpecah.
Meskipun pelarangan lagu dari masa kerja sama Utara-Selatan yang lebih erat mungkin terdengar sepele, tetapi para analis melihatnya sebagai tren yang jelas dari Pyongyang yang menjauhkan diri dari tetangganya, Korea Selatan.
Lagu tersebut, yang dalam bahasa Korea dikenal sebagai Bangapseumnida, pertama kali dipertunjukkan pada tahun 1991 oleh Pochonbo Electronic Ensemble dari Jepang.
Berbeda dari lagu-lagu Korea Utara pada umumnya yang sarat slogan politik, lagu ini mengisyaratkan keinginan Pyongyang untuk menjalin hubungan lebih baik dengan negara lain dan sering diputar dalam pertemuan Korea Utara-Selatan untuk mempererat hubungan.
Baca juga: Untuk Pertama Kalinya, Korea Utara Akui Pengerahan Pasukan ke Rusia
Kyodo News melaporkan pada Selasa (29/3/2025) bahwa Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un telah melarang lagu tersebut menyusul revisi konstitusi tahun lalu yang menetapkan Korea Selatan sebagai “musuh utama” Korea Utara.
Langkah-langkah serupa lainnya juga telah diambil dalam skala kecil maupun besar, untuk menghapus kesan persaudaraan terhadap Korea Selatan dan rakyatnya.
Korea Utara mengubah lirik lagu kebangsaannya agar tak menyebut Korea Selatan, dan bagian selatan Semenanjung Korea kini telah dihapus dari peta dalam siaran prakiraan cuaca di televisi.
Analisis citra satelit yang dipublikasikan pada 23 April oleh 38 North, sebuah situs dari lembaga think tank Stimson Center yang berbasis di Washington DC, Amerika Serikat (AS), menunjukkan bahwa bangunan-bangunan di Kawasan Wisata Gunung Kumgang yang juga menjadi simbol lain dari semangat persatuan antar-Korea telah dihancurkan.
Lokasi yang terletak di utara Zona Demiliterisasi atau DMZ tersebut dulunya dibangun oleh perusahaan-perusahaan Korea Selatan yang mendirikan hotel, restoran, resor golf, dan spa.
Baca juga:
Salah satu fasilitasnya bahkan menjadi tempat pertemuan singkat keluarga-keluarga yang terpisah akibat Perang Korea 1950-1953.
Tempat itu juga menarik wisatawan dari Korea Selatan dan menghasilkan devisa yang signifikan bagi Korea Utara. Namun, proyek ini mendadak dihentikan pada 2008 saat seorang perempuan Korea Selatan yang keluar dari jalur ditembak mati oleh penjaga Korea Utara.
Pada 2019, Kim Jong Un mengunjungi lokasi tersebut dan memerintahkan agar seluruh bangunan dihancurkan.
Citra satelit terbaru menunjukkan bahwa kini yang tersisa hanyalah pondasi dari sebagian besar bangunan.
“Menurut saya, Kim sudah sampai pada kesimpulan bahwa memperbaiki hubungan dengan Selatan tidak akan menguntungkan dia atau rezimnya,” kata Kim Sang-woo, mantan politisi dari partai progresif Congress for New Politics Korea Selatan, yang kini menjadi anggota dewan Kim Dae-jung Peace Foundation.
Baca juga: Korea Utara Bangun Kapal Perang Terbesar dengan Rudal Canggih, Diduga Dibantu Rusia
Menurut Kim Sang-woo kepada DW, Pyongyang sudah cukup lama menjaga jarak dari Seoul. Pola ini diprediksi akan terus berlanjut, pada saat yang sama, Kim Jong Un justru semakin mendekat ke Rusia.