Pasalnya, sebagian besar dari mereka menempati rumah yang dibeli melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Hal itu merujuk publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) berjudul Statistik Perumahan dan Permukiman 2022.
Dari jumlah itu, 36,08 persen dari masyarakat yang menempati rumah milik sendiri dengan membeli dari pengembang atau bukan pengembang melalui KPR.
Khusus mengenai pembelian rumah melalui KPR, masyarakat dengan status ekonomi tertinggi (kuintil 5) mendominasi dengan 42,84 persen.
Persentase itu semakin rendah seiring dengan kian rendahnya status ekonomi rumah tangga.
Di mana masyarakat dengan status ekonomi terendah (kuintil 1) hanya 10,02 persen yang membeli rumah melalui KPR.
Sebagain informasi, kuintil menurut BPS adalah pembagian lima kategori rumah tangga sampel menurut pengeluaran terkecil hingga terbesar.
Ada pun cara rumah tangga dalam membeli rumah sangat ditentukan status ekonominya. Apalagi akses terhadap KPR biasanya terbatas pada masyarakat berpenghasilan tetap.
Mengingat untuk bisa mendapatkan KPR, salah satu syarat yang harus dilampirkan adalah keterangan penghasilan (slip gaji), atau berupa laporan keuangan bagi wirausahawan.
Sebetulnya, persentase masyarakat yang menempati rumah milik sendiri dengan membeli dari pengembang atau bukan pengembang secara tunai lebih banyak dibandingkan KPR.
Rinciannya, rumah yang dibeli secara tunai sebanyak 52,85 persen, KPR 36,08 persen, angsuran non-KPR 10,39 persen, dan cara lainnya 0,68 persen.
/properti/read/2023/09/01/083750121/ternyata-masyarakat-kelas-atas-mendominasi-pembelian-rumah-via-kpr