优游国际

Baca berita tanpa iklan.
Salin Artikel

Bisakah Meteor Jatuh Dideteksi dan Diantisipasi dengan Sistem Peringatan Dini?

KOMPAS.com- Dalam kurun waktu 5 bulan yaitu sejak Agustus 2020 hingga Januari 2021, ada tiga peristiwa suara dentuman keras yang diakibatkan oleh jatuhnya benda antariksa atau meteor jatuh ke Bumi di wilayah Indonesia.

Ketiga perisitiwa tersebut telah terjadi di Tapanuli Tengah pada pada 1 Agustus 2020, Bali pada 24 Januari 2021 dan Lampung pada 28 Januari 2021.

Kejadian-kejadian tersebut selalu membuat heboh masyarakat setempat dan warganet di sosial media.

Meski seringkali kejadian benda antariksa jatuh berupa meteorit tersebut tidak pernah menimbulkan korban jiwa, tetapi kehebohan tersebut juga memicu berbagai tindakan penyalahgunaan dari beberapa oknum yang ada terhadap batu meteorit tersebut.

Lantas, bisakah benda antariksa jatuh, seperti meteor jatuh diantisipasi dengan sistem peringatan dini?

Dalam laman resmi orbit sains Lembaga Penerbangan dan Antariksan Nasional (LAPAN) menuliskan bahwa sampah antariksa secara umum bisa dipantau, sehingga upaya antisipasi bisa dilakukan.

Sampah antariksa adalah benda buatan yang mengitasi Bumi selain satelit yang berfungsi. Sampah ini bisa berupa bekas roket (rocket bodies), serpihan (debris) dan lain-lain.

Namun, akurasi prakiraan titik jatuh secara internasional pun belum bisa dilakukan atau benda dengan kejatuhan yang terkendali.

"Biasanya, sehari sebelum benda jatuh sudah dapat diperkirakan apakah suatu daerah geografis (misalnya di Indonesia) aman dari kejatuhan sampah antariksa atau tidak," tulis LAPAN.

Adapun prediksi waktu dan lokasi jatuh yang diberikan di situs orbit.sains.lapan.go.id hanyalah waktu dan lokasi jatuh hingga ketinggian sekitar 120 km yaitu saat benda mengalami atmospheric reentry.

Bukan waktu dan lokasi jatuh benda atau biasanya serpihannya di permukaan.

"Sangat sulit memperkirakan kapan dan di mana serpihan sampah antariksa (atau meteor jatuh) akan menghantam permukaan Bumi," ungkap LAPAN.

Selain sampah antariksa, meteor jatuh atau batu meteorit yang jatuh pun secara umum mungkin dipantau dan diantisipasi, tetapi sangat sulit dilakukan, termasuk oleh negara maju, dengan alasan sebagai berikut.

  1. Perlu teleskop yang mampu mendeteksi objek sangat redup yang bergerak sangat cepat yaitu dengan kecepatan sekitar 100.000 km per jam.
  2. Teleskop harus terintegrasi dengan sistem pengolah data cepat yang dilengkapi model orbit asteroid dan trayektorinya.
  3. Perlu memperhitungkan efektivitas dan efisiensi karena jangka waktu deteksi dan kejatuhan di bumi sangat singkat untuk objek yang relatif kecil.

Hanya bisa deteksi meteoroid besar

Mengenai antispasi dan prediksi ini, Astronom Amatir Indonesia Marufin Sudibyo juga ikut menambahkan.

Ia menjelaskan bahwa meteoroid berukuran kecil yaitu dengan diameter kurang dari 5 meter masih sangat sulit dideteksi karena ukurannya yang terlalu kecil.

Sementara, meteorit yang berukuran sedang yaitu memiliki diameter lebih dari 5 meter, relatif lebih mudah dideteksi oleh sistem penyigian langit global saat ini, meskipun juga mengandung sejumlah batasan.

Dicontohkan Marufin adalah peristiwa Chelyabinsk pada tahun 2013 dengan meteor yang berasal dari asteroid bergaris tengah 20 meter, tidak ada yang sanggup mendeteksinya karena posisinya yang tidak memungkinkan.

"Untuk diameter lebih dari 30 meter, ia lebih mudah dideteksi sehingga kapan ia menumbuk Bumi dan di lokasi mana dapat diestimasikan," jelas Marufin kepada 优游国际.com, Rabu (3/2/2021).

Hal ini juga disampaikan oleh LAPAN. Menurut LAPAN di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia saja, hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu mengantisipasi meteorit kecil.

Sedangkan, untuk antisipasi meteorit besar, secara internasional sudah ada program pemantau asteroid sekitar bumi dengan biaya yang sangat mahal.

Program tersebut bernama Spaceguard yang ditujukan untuk mendeteksi asteroid dekat bumi dengan target capaian mendeteksi 90 persen asteroid erdiamater lebih dari 1 kilometer sampai 2008 yang kini terus berlanjut.

Bahkan, program NASA 2003 mengusulkan dana sekitar Rp2,5-Rp4,5 triliun untuk mendeteksi 90 persen asteroid dekat bumi yang berdiameter lebih dari 140 meter sampai 2028.

Contoh deteksi dan antisipasi benda antariksa jatuh

LAPAN menyebutkan setidaknya ada dua kejadian jatuhnya benda antariksa yang sempat dideteksi oleh para ahli sebelum jatuh ke bumi.

1. Meteorit Wisconsin, Amerika Serikat

Tepatnya pada 14 April 2010 lalu, sebuah batu meteorit berdiamater sekitar 1 meter berdaya ledak 20 ton TNT jatuh di Wisconsin, Amerika Serikat.

Namun, sayangnya jatuhnya meteorit ini tanpa bisa diantisipasi. Akan tetapi, beruntungnya adalah meteorit tersebut sudah pecah sebelum mencapai permukaan Bumi.

2. Meteorit 2008 TC3

Selanjutnya adalah kejadian jatuhnya benda antariksa yang diberi nama meteorit 2008 TC3.

Dengan memiliki diamater 4 meter, secara kebetulan meteorit ini terekam di teleskop otomasti pemantau asteroid dekat bumi dan diproses orbitnya. Di mana pada saat terdeteksi jaraknya masih sekitar 2.000.000 km.

Namun, pemantauan itu dan hasil perhitungannya hanya memberi waktu 19 jam sebelum jatuh di permukaan bumi atau tepatnya di gurun di Sudan.

"Untuk meteorit yang lebih kecil lagi, objek baru terdeteksi pada jarak yang lebih dekat, yang berarti (kalau pun meteor jatuh terekam) hanya menyisakan waktu beberapa jam sebelum jatuh," jelas LAPAN.

/sains/read/2021/02/04/180300023/bisakah-meteor-jatuh-dideteksi-dan-diantisipasi-dengan-sistem-peringatan

Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke