KOMPAS.com - Pernahkah kamu membayangkan sesuatu di dalam pikiran? Sambil menutup mata, kamu melihat gambaran yang diinginkan di dalam pikiranmu.
Berimajinasi mungkin menjadi hal menyenangkan dan mudah untuk dilakukan. Tapi ternyata tak semua orang bisa melakukannya. Kondisi ini disebut aphantasia.
Kondisi di mana seseorang tidak mampu menciptakan gambar atau bayangan secara visual dalam pikiran ini, sebenarnya sudah didasari sejak tahun 1.800-an. Diperkirakan 2-5 persen dari populasi orang di dunia mengalami aphantasia.
Melansir Science Alert, Minggu (28/6/2020), penelitian terbaru yang telah dipublikasikan dalam jurnal Scientific Report menemukan orang yang mengalami aphantasia juga memiliki perbedaan kognitif lainnya.
"Kami menemukan bahwa aphantasia tidak hanya terkait dengan ketidakmampuan imajinasi visual, tetapi juga berkaitan dengan pola perubahan yang lebih luas pada proses kognitif penting lainnya," kata Alexei Dawes, Ahli Saraf Kognitif dari Universitas New South Wales (UNSW), Australia.
Baca juga: Alami Penyakit Otak, Pria ini Tak Bisa Kenali Angka 2 Sampai 9, Kok Bisa?
Penelitian dilakukan Dawes bersama timnya pada 667 orang. Sebanyak 267 di antaranya mengidentifikasi diri sebagai orang dengan aphantasia. Peserta mengisi serangkaian delapan kuesioner tentang visualisasi, memori, mimpi, dan respons terhadap trauma.
Ini termasuk Vividness of Visual Imagery Questionnaire (VVIQ), instrumen psikometrik yang digunakan untuk mengukur perbedaan invididu dalam menciptakan visual di pikirannya. Ini merupakan prediktor untuk mengidentifikasi aphantasia.
Hasil analisis data menunjukan, orang dengan aphantasia melaporkan berkurangnya kemampuan mereka untuk mengingat masa lalu, membayangkan masa depan, bahkan bermimpi.
"Ini menunjukkan bahwa imajinasi visual mungkin memainkan peran kunci dalam proses memori," jelas Dawes.
Tak hanya berkurangnya kemampuan bermimpi, ternyata mimpi orang yang mengalami aphantasia juga tidak jelas dan memiliki detail sensorik yang lebih rendah.
"Ini menunjukkan bahwa setiap fungsi kognitif yang melibatkan komponen visual sensorik, baik itu secara sukarela atau tidak, kemungkinan akan berkurang pada orang dengan aphantasia," kata Joel Pearson, Direktur UNSW Future Minds Lab yang juga seroang neurosains kognitif.
Di sisi lain, beberapa dari orang yang memiliki aphantasia juga melaporkan penurunan daya khayal dengan indera lainnya.
Tim menjelaskan, data penelitiannya menunjukkan bahwa orang dengan aphantasia juga melaporkan pencitraan yang relatif berkurang hampir dalam semua modalitas sensorik lainnya. Termasuk pendengaran, sentuhan, kinestetik, rasa, penciuman dan emosi.
Baca juga:
Ini sekaligus mendukung laporan pribadi dari orang dengan aphantasia yang mengeksplorasi pengalaman mereka sendiri. Salah satunya, Alan Kendle, ketika akhirnya menyadari bahwa, tidak seperti dia, ternyata orang lain dapat mendengar musik diputar di pikiran mereka.
"Saya tidak bisa memahaminya pada awalnya, kemampuan untuk memainkan musik dalam pikiran, bagi saya itu hal luar biasa, hampir seperti trik sulap yang terlihat di televisi," tulis Alan.
Meski demikian, yang perlu menjadi catatan, studi ini bergantung pada pelaporan diri sendiri sehingga hasil penelitian dapat dipengaruhi oleh bias respon. Orang-orang yang mengidentifikasi diri mereka satu arah akan menjawab pertanyaan sesuai dengan bagaimana mereka percaya identitas itu.
Tetapi aspek lainnya dari temuan ini menunjukkan, bahwa pelaporan diri mungkin tidak membiaskan hasil penelitian dengan signifkan. Sebab, ada variasi dalam jawaban dan ditambah dengan data yang menunjukkan kemampuan spasial, yang tampaknya tidak terpengaruh oleh para perserta.
"Kami memang baru mulai belajar betapa berbedanya dunia internal dari mereka yang tidak memiliki imajinasi," simpul Dawes.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.