KOMPAS.com - Berkat ukuran otak yang besar, manusia dan primata non-manusia lebih pintar dari kebanyakan mamalia.
Namun, mengapa beberapa spesies primata berevolusi dengan mengembangkan otak yang besar?
Hipotesis utama tentang otak besar berevolusi pada primata adalah gagasan bahwa hewan yang lebih cerdas menggunakan kecerdasan mereka untuk menemukan makanan dengan lebih efisien, sehingga menghasilkan lebih banyak kalori, yang menyediakan energi untuk menggerakkan otak yang besar.
Dukungan terhadap gagasan ini datang dari penelitian yang menemukan korelasi antara ukuran otak dan pola makan, lebih khusus lagi, jumlah buah dalam pola makan hewani.
Jenis buah yang berbeda matang pada waktu yang berbeda sepanjang tahun, dan tersebar di seluruh wilayah jelajah hewan. Hewan yang membutuhkan makanan yang sangat bervariasi kemungkinan besar akan mengembangkan otaknya.
Asumsi utamanya adalah bahwa spesies dengan otak lebih besar memiliki sifat yang lebih cerdas, sehingga dapat mencari makanan dengan lebih efisien.
Dalam studi baru yang diterbitkan di Proceedings of the Royal Society B, peneliti secara langsung menguji hipotesis evolusi otak ini untuk pertama kalinya.
Baca juga: Satwa Primata Penghuni Pulau Terpadat di Indonesia
Masalah utama dalam menguji hipotesis pola makan buah pada primata adalah sulitnya mengukur efisiensi mencari makan. Mamalia yang dipelajari melakukan perjalanan jarak jauh, biasanya lebih dari tiga km per hari, sehingga sulit untuk meniru kondisi penelitian yang realistis di laboratorium.
Dalam penelitian ini, peneliti memanfaatkan fenomena alam di Panama yang terjadi ketika jenis buah tertentu menyusut jadi hanya beberapa spesies buah matang dalam periode tiga bulan. Selama ini, semua mamalia pemakan buah fokus pada satu spesies pohon, yakni Dipteryx oleifera.
Pohon Dipteryx sangat besar, terkadang tingginya mencapai 40–50 meter, dan menghasilkan bunga berwarna ungu cerah di musim panas.
Peneliti memetakan pulau tersebut dengan drone selama musim berbunga dan mengidentifikasi petak-petak bunga ungu, sehingga hampir setiap Dipteryx yang menghasilkan buah selama beberapa bulan kemudian dapat dilacak.
Meski demikian, peneliti masih perlu menguji seberapa efisien hewan dengan ukuran otak berbeda mengunjungi pohon-pohon ini.
Mereka memilih dua primata berotak besar (monyet laba-laba dan capuchin berwajah putih) dan dua kerabat rakun berotak kecil (coatis berhidung putih dan kinkajous).
Selama dua kali musim berbuah, peneliti mengumpulkan data pergerakan lebih dari 40 ekor hewan, sehingga menghasilkan lebih dari 600.000 lokasi GPS.
Mereka kemudian harus mencari tahu kapan hewan mengunjungi pohon Dipteryx dan untuk berapa lama. Ini adalah tugas yang rumit, karena untuk mengetahui secara pasti kapan hewan mengunjungi pohon buah-buahan, peneliti harus mengekstrapolasi lokasi mereka di antara perbaikan GPS yang dilakukan setiap empat menit.
Beberapa hewan juga punya kebiasaan buruk tidur di pohon Dipteryx. Untungnya, peneliti pun mencatat aktivitas hewan, sehingga mereka dapat mengetahui kapan mereka sedang tidur.
Setelah tantangan ini terpecahkan, peneliti menghitung efisiensi rute sebagai jumlah waktu harian yang dihabiskan untuk aktif di pohon Dipteryx, dibagi dengan jarak yang ditempuh.
Baca juga: Kok Tubuh Manusia Tak Punya Bulu seperti Primata Lain?
Kedua spesies monyet yang diteliti tidak memiliki rute yang lebih efisien dibandingkan dua spesies non-primata, sehingga memengaruhi hipotesis pola makan buah dalam evolusi otak.
Jika spesies yang lebih pintar bisa lebih efisien, mereka mungkin dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya lebih cepat, lalu menghabiskan sisa hari dengan bersantai.
Jika hal ini terjadi, peneliti mengira monyet-monyet tersebut akan mengatur rutenya dengan lebih efisien dalam beberapa jam pertama setelah bangun dalam keadaan lapar.
Saat mengamati 2–4 jam pertama dalam sehari, peneliti menemukan hasil yang sama: monyet tidak lebih efisien dibandingkan non-primata.
Jadi, jika evolusi otak besar ini tidak memungkinkan primata merencanakan rute mencari makan yang lebih efisien, mengapa ukuran otak pada beberapa spesies meningkat?
Mungkin ini ada hubungannya dengan ingatan. Jika spesies dengan otak lebih besar memiliki memori episodik yang lebih baik, mereka mungkin dapat mengoptimalkan waktu kunjungan ke pohon buah-buahan untuk mendapatkan lebih banyak makanan.
Analisis awal terhadap kumpulan data penelitian tidak mendukung penjelasan ini, namun peneliti memerlukan studi yang lebih mendetail untuk menguji hipotesis ini.
Kecerdasan mungkin terkait dengan penggunaan alat, yang dapat membantu hewan mengekstrak lebih banyak nutrisi dari lingkungannya.
Penelitian ini juga dapat mendukung hipotesis bahwa ukuran otak meningkat untuk menangani kompleksitas hidup dalam kelompok sosial.
Meskipun penelitian tidak dapat menentukan secara pasti penyebab evolusi otak pada semua spesies ini, peneliti telah menguji secara langsung asumsi utama pada mamalia tropis liar dengan cara yang relatif non-invasif.
Peneliti telah menunjukkan bahwa dengan menggunakan teknologi sensor terbaru, mereka dapat menguji hipotesis besar tentang evolusi, psikologi, dan perilaku hewan di lingkungan alaminya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.