KOMPAS.com - Pernahkah kamu merasa bahwa wanita lebih sensitif terhadap hal-hal yang menjijikkan dibandingkan pria? Misalnya, saat ada makanan yang terlihat kurang bersih, perempuan cenderung lebih berhati-hati, sementara pria lebih cuek. Ternyata, ini bukan sekadar kebiasaan atau stereotip, tapi ada dasar ilmiahnya!
Penelitian menunjukkan bahwa di beberapa spesies primata, termasuk manusia, betina lebih sensitif terhadap hal-hal yang dianggap kotor atau berisiko menularkan penyakit. Contohnya, betina dari spesies lemur abu-abu, monyet Jepang, gorila, dan babon cenderung lebih berhati-hati dalam memilih makanan dan menghindari sesama yang terlihat sakit.
Mengapa? Karena perilaku ini bisa membantu mereka mengurangi risiko infeksi penyakit, termasuk parasit dan penyakit menular seksual. Bahkan, menurut Cécile Sarabian, seorang pakar ekologi kognitif di Institut Penelitian Lanjutan di Toulouse, Prancis, sikap jijik ini bisa menjadi salah satu alasan mengapa perempuan memiliki harapan hidup lebih panjang dibandingkan laki-laki.
Sarabian melakukan penelitian terhadap monyet Jepang di Pulau Kojima dan menemukan bahwa betina lebih berhati-hati dalam membersihkan makanan sebelum dimakan. Mereka sering mengusap biji pohon ek sebelum memasukkannya ke mulut, sementara pejantan cenderung langsung melahap makanan tanpa banyak pertimbangan.
Hasilnya? Betina lebih jarang terinfeksi cacing parasit yang menyebar melalui kotoran dibandingkan jantan. Bahkan, monyet betina yang berhasil mengobati infeksi ini cenderung memiliki berat badan lebih baik dan tingkat reproduksi yang lebih tinggi. Dengan kata lain, sifat jijik ini memiliki manfaat langsung terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup mereka.
Baca juga:
Perilaku ini juga ditemukan pada spesies lain. Contohnya, babon betina di Tanzania menolak untuk kawin dengan jantan yang terinfeksi bakteri treponema (penyebab sifilis pada manusia) yang menyebabkan luka mengerikan di tubuh mereka.
Bahkan, gorila betina di Republik Kongo mengambil langkah lebih ekstrem: jika seekor jantan mulai menunjukkan tanda-tanda penyakit, seperti bercak putih di wajahnya, beberapa betina akan meninggalkan kelompok tersebut untuk mencari jantan yang lebih sehat.
Namun, rasa jijik ini juga memiliki batas. Dalam eksperimen yang dilakukan Sarabian, ia meletakkan makanan di atas kotoran untuk menguji apakah monyet-monyet ini akan tetap memakannya.
Hasilnya, biji gandum yang terkontaminasi kotoran tetap dimakan oleh sekitar sepertiga dari monyet, sedangkan kacang, yang memiliki lebih banyak kalori, selalu dimakan 100 persen oleh mereka, termasuk betina. Jadi, ketika makanan memiliki nilai yang sangat tinggi, naluri untuk bertahan hidup bisa mengalahkan rasa jijik.
Baca juga:
Beberapa orang sulit memiliki rasa percaya diri.
Pada manusia, rasa jijik sering diukur melalui eksperimen di mana orang diminta menilai seberapa menjijikkan sebuah situasi, seperti menginjak kotoran tanpa alas kaki atau menemukan cacing dalam makanan. Hasilnya, di masyarakat Barat, perempuan cenderung memberikan skor lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Tapi apakah rasa jijik ini benar-benar melindungi kesehatan manusia? Penelitian terhadap suku Shuar di Ekuador menunjukkan bahwa orang yang merasa kurang jijik terhadap hal-hal tertentu lebih mungkin terinfeksi bakteri dan virus.
Namun, ada faktor lain yang mempengaruhi sensitivitas kita terhadap kebersihan. Menurut Tara Cepon Robins, seorang antropolog dari University of Colorado, semakin banyak kita bisa mengontrol lingkungan kita, semakin besar kemungkinan kita merasa jijik terhadap sesuatu.
Misalnya, ketika seseorang terbiasa tinggal di rumah dengan lantai tanah, mereka cenderung lebih tahan terhadap kotoran dibandingkan mereka yang sudah terbiasa dengan lingkungan yang lebih higienis.
"Semakin kamu bisa mengontrol lingkunganmu, semakin besar kemungkinan kamu akan merasa jijik," kata Robins.
Secara keseluruhan, respons jijik tampaknya berperan sebagai penjaga awal bagi sistem kekebalan tubuh primata. "Ini inti dari rasa jijik—kita secara naluriah merasa jijik terhadap hal-hal yang pernah membahayakan manusia di masa lalu," jelas Robins.