KOMPAS.com - Pada suatu malam di bulan April 2019, langit di atas Kosta Rika dihiasi oleh cahaya terang yang melesat dan meledak di udara. Kejadian ini bukan hanya menarik perhatian warga lokal, tetapi juga membuat para ilmuwan dari berbagai penjuru dunia bergegas datang.
Yang mereka buru bukan sembarang batu – melainkan potongan meteorit langka yang dikenal sebagai Aguas Zarcas, sebuah “bola lumpur” dari luar angkasa yang ternyata membawa petunjuk penting mengenai asal usul tata surya.
Peristiwa jatuhnya meteorit Aguas Zarcas tergolong sangat jarang. Batu-batu yang ditemukan memiliki berat total sekitar 27 kilogram, menjadikannya sebagai jatuhan meteorit terbesar dari jenisnya sejak insiden serupa terjadi di Murchison, Australia, pada tahun 1969. “Ini adalah peristiwa jatuhan meteorit paling besar di Kosta Rika dalam 150 tahun terakhir,” ujar Dr. Gerardo Soto dari Universitas Kosta Rika.
Tidak seperti kebanyakan meteorit lain, yang biasanya rapuh dan mudah hancur, batu-batu Aguas Zarcas ditemukan dalam kondisi luar biasa. Banyak dari batu tersebut masih utuh, memiliki lapisan luar berkilau kebiruan yang disebut fusion crust, hasil dari proses pelelehan saat melintasi atmosfer Bumi.
Baca juga: Diduga Bongkahan Emas, Batu Ini Ternyata Meteorit Langka
Meteorit ini tergolong ke dalam kelompok meteorit karbonan – sering dijuluki “bola lumpur” karena kandungan mineral kaya air di dalamnya. Sebelumnya, para ilmuwan menduga bahwa karakteristik ini membuat meteorit semacam ini cenderung lemah dan mudah hancur. Namun temuan dari Aguas Zarcas membalikkan asumsi tersebut.
“Banyak yang menyebutnya bola lumpur karena kaya mineral berair. Tapi ternyata, itu tidak berarti meteorit ini rapuh,” jelas Peter Jenniskens, astronom dari SETI Institute dan NASA Ames Research Center. Justru, kekuatan fisiknya menunjukkan bahwa meteorit ini tidak mengalami banyak tabrakan di luar angkasa – sesuatu yang sangat langka dalam sejarah meteorit.
Tim ilmuwan yang dipimpin oleh Kees Welten, kosmokimiawan dari UC Berkeley, berhasil mengungkap bahwa meteorit ini telah mengarungi ruang angkasa selama dua juta tahun sebelum akhirnya mendarat di Bumi.
“Tabrakan terakhir yang dialami batu ini terjadi dua juta tahun lalu,” ujarnya. Perjalanan panjang ini menunjukkan bahwa Aguas Zarcas berasal dari bagian luar sabuk asteroid dan selama ini berhasil menghindari tumbukan lain yang bisa menghancurkannya.
Baca juga: Apa Itu Meteorit?
Berdasarkan rekaman kamera dan data satelit, meteorit ini memasuki atmosfer Bumi dari arah barat laut dengan kecepatan sekitar 14,6 km/detik dan sudut hampir vertikal 81 derajat. Sudut ini memungkinkan meteorit menembus atmosfer secara lebih langsung, mengurangi jumlah material yang terbakar dan meningkatkan kemungkinan batu-batu besar mencapai permukaan tanah.
Saat mendekati Bumi, batu seukuran 60 cm ini meledak pada ketinggian 25 kilometer, menghasilkan kilatan cahaya terang yang tertangkap oleh satelit GOES 16 dan 17 milik NASA dan NOAA. Satelit-satelit ini, yang biasanya digunakan untuk mendeteksi petir, menjadi saksi luar biasa dari peristiwa kosmik ini.
Tak hanya teknologi yang berpihak pada para ilmuwan, cuaca pun bersahabat. Meteorit ini jatuh di penghujung musim kemarau panjang di Kosta Rika, memungkinkan pecahannya ditemukan dalam kondisi relatif kering dan utuh.
“Alam bersikap baik kepada meteorit ini,” ujar Laurence Garvie dari Arizona State University. Kondisi tanah yang lunak di hutan dan padang rumput pun membantu menjaga batu-batu tetap utuh saat mendarat.
Baca juga: Meteorit Berusia 4,6 Miliar Tahun Ungkap Asal-usul Air di Bumi
Peristiwa ini juga memicu kegembiraan nasional di Kosta Rika. Media lokal ramai memberitakan fenomena tersebut, dan warga turut serta dalam pencarian batu meteorit yang tersebar di antara semak belukar, ladang, dan hutan tropis.
“Tidak ada bola api lain yang begitu luas dilaporkan dan kemudian ditemukan kembali sebagai batuan di tanah dalam 150 tahun terakhir di negara ini,” ungkap Dr. Soto. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana sains bisa menyatu dengan rasa ingin tahu dan semangat kolektif masyarakat.
Menariknya, penemuan Aguas Zarcas memiliki gema sejarah yang serupa dengan meteorit Murchison di Australia, yang jatuh hanya dua bulan setelah manusia pertama kali menginjakkan kaki di Bulan dalam misi Apollo 11 tahun 1969.
Kala itu, para ilmuwan sangat antusias mempelajari batuan Bulan, dan jatuhnya Murchison memperkaya studi tentang bahan-bahan pembentuk tata surya.
Kini, di era eksplorasi luar angkasa yang kembali menggeliat, Aguas Zarcas hadir sebagai “hadiah” dari kosmos, membawa serta cerita dari dua juta tahun silam.
Meteorit seperti Aguas Zarcas berperan penting dalam pemahaman kita tentang pembentukan planet dan keberadaan air di sistem tata surya. Kandungan mineral berair dan kondisi aslinya yang nyaris tak tersentuh membuatnya menjadi “kapsul waktu” kosmik.
Dengan mempelajarinya, ilmuwan dapat merekonstruksi sejarah tabrakan, pembentukan, dan bahkan potensi awal kehidupan di planet-planet berbatu seperti Bumi.
Baca juga: Berapa Banyak Meteorit yang Menabrak Bumi Setiap Tahun?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.