KOMPAS.com - Teori konspirasi dan informasi yang salah soal Covid-19 berisiko membuat seseorang enggan mendapatkan suntikan vaksin.
Di tengah rangkaian penelitian dan uji coba soal vaksin Covid-19, informasi tak mendasar dan menghebohkan justru lebih diminati oleh sebagian orang.
Hal ini tentu merepotkan karena akan memperlambat tercapainya kekebalan kelompok.
Melihat berbagai teori konspirasi ini, sebuah survei Harris Poll yang diterbitkan , Jumat (2/4/2021), memetakan mengenai alasan apa saja yang membuat orang-orang yakin untuk divaksin.
Bagaimana hasil surveinya?
Keyakinan orang-orang untuk divaksin berhubungan dengan rasa malu jika tertular virus corona penyebab Covid-19.
Seorang asisten profesor psikologi di Universitas Leeds Beckett, Travaglino dan Chanki Moon menerbitkan makalah di Frontiers in Psychology pada Maret 2021.
Mereka mengumpulkan sampel dari hampir 1.900 orang di Amerika Serikat (AS), Italia, dan Korea Selatan. Ketiga negara ini dipilih atas dasar pemahaman budaya kolektif mereka yang berbeda.
AS dinilai paling individualistis, Korea Selatan paling berorientasi pada kelompok, dan Italia ada di antaranya.
Sekitar 1.900 orang tersebut diminta untuk menilai seberapa malu atau bersalah mereka jika tertular Covid-19.
Mereka juga ditanya mengenai seberapa patuh pada protokol kesehatan, dan seberapa besar kemungkinan mereka akan memberi tahu teman, kenalan, dan otoritas kesehatan jika mereka dites positif Covid-19.
Giovanni Travaglino berasumsi bahwa semakin orang merasa malu karena tidak taat protokol atau terinfeksi, maka akan membuat suatu kelompok semakin patuh.
Baca juga: Stok Vaksin Covid-19 untuk April 2021 Menipis, Berapa yang Sudah Menerima Vaksin?
Ternyata, survei menunjukkan hasil sebaliknya.
"Ini ternyata benar-benar salah," kata Travaglino, mengutip Time, Jumat.
Di ketiga negara, semakin tinggi tingkat rasa malu dan bersalah yang dirasakan orang karena terinfeksi, semakin kecil kemungkinan mereka untuk melaporkan status Covid-19 mereka.