HARI-HARI ini, dunia digital di Indonesia dihebohkan dengan kewajiban yang ditetapkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bagi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lingkup privat baik asing maupun domestik untuk mendaftarkan diri sampai batas waktu 20 Juli 2022.
Kehebohan bersumber dari ketentuan bahwa mereka yang tidak mendaftarkan diri dianggap ilegal dan akan mendapatkan sanksi berupa pemblokiran.
Peraturan terkait kewajiban mendaftar tersebut diatur dalam Permenkominfo No. 5/2020 yang kemudian diubah dengan Permenkominfo No. 10/2021.
Menurut Kominfo, kewajiban bagi PSE untuk melakukan pendaftaran dilakukan demi keamanan konsumen dan akan memudahkan jika terjadi masalah dengan masyarakat di masa depan.
Publik bereaksi keras terhadap langkah ini. Pemblokiran yang sejauh ini telah dilakukan secara aktual terhadap beberapa PSE menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Salah satunya adalah PayPal. Karena platform ini diblokir, penggunanya tidak dapat melakukan transaksi dan dananya tertahan.
Selain kerugian secara langsung, amatan kritis juga diberikan pada muatan substansi dari Permenkominfo No. 5/2020.
Menurut beberapa organisasi masyarakat sipil, peraturan tersebut berpotensi melangggar hak asasi manusia melalui pembatasan kebebasan berekspresi dan rongrongan terhadap privasi.
Dalam pasal 9 misalnya, disebutkan bahwa PSE dilarang mencantumkan informasi terlarang atau memfasilitasi pertukaran data terlarang.
Demikian pula pasal 14 yang memberikan kewenangan bagi aparat untuk melakukan pemutusan akses terkait informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilarang.
PSE wajib menghapus konten terlarang tersebut. Jika menolak mematuhi, maka mereka akan mendapatkan sanksi berupa denda atau pemblokiran.
Apa yang menjadi masalah dari ketentuan tersebut adalah batasan dari data terlarang yang sangat plastis, di mana disebutkan bahwa data tersebut adalah data yang digolongkan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, meresahkan masyarakat, dan mengganggu ketertiban umum.
Batasan ini terlalu luas sehingga rentan disalahgunakan untuk membungkam kritik terhadap pemerintah atau pihak-pihak yang memiliki pengaruh kuat.
Ditemukan juga problem dalam pasal 21 yang mewajibkan PSE untuk memberikan akses terhadap sistem dan data elektroniknya kepada pemerintah dalam rangka pengawasan.
Ini senada dengan pasal 36 yang memberikan kewenangan bagi aparat penegak hukum untuk meminta PSE memberikan akses terhadap konten komunikasi dan data pribadi.