KOMPAS.com - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengevaluasi kebijakan pengiriman siswa nakal ke barak militer.
Kebijakan mengirim siswa nakal ke barak militer dibuat oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi khusus sekolah-sekolah di Jawa Barat.
"Kami meminta Menteri Pendidikan Dasar Menengah agar segera mengambil tindakan dengan menghentikan pengiriman siswa nakal ke barak militer di Jawa Barat," kata Sekretaris Jenderal FSGI Fahriza Marta Tanjung melalui keterangan tertulis, Senin (19/5/2025).
"Karena kegiatan ini tidak memiliki landasan psikologis dan pedagogik yang jelas," lanjut dia.
Fahriza menilai, kegiatan barak militer tersebut tidak memiliki perencanaan aksi yang jelas, tidak berbasiskan data, kajian dan pengalaman pihak lain.
Baca juga: KPAI Temukan Kasus Guru BK Ancam Siswa Jika Tak Mau Dikirim ke Barak Militer
Ia pun mencontohkan pendidikan di SMA Taruna Nusantara, Magelang, Jawa Tengah yang meskipun berbasis militer tetapi kurikulumnya jelas.
"(SMA Taruna Nusantara) Sebagaimana sekolah umum lainnya dan dididik oleh guru-guru berkualitas, sementara urusan pengemblengan fisik saja yang ditangani militer, porsi guru jauh lebih besar dalam proses pembelajaran," ujarnya.
Fahriza mengatakan, selama ini sekolah juga sudah menangani siswa yang bermasalah melalui banyak cara.
Seperti program pembinaan dan pelatihan seperti Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa, Pramuka, Unit Kesehatan Siswa (UKS), Palang Merah Remaja (PMR) dan lain-lain.
Namun, apabila program ini dianggap kurang berhasil, maka seharusnya dievaluasi dahulu untuk mengetahui apa kendalanya dan jadi tidak harus dibawa ke barak militer.
Baca juga: KPAI: Kirim Siswa Nakal ke Barak Militer Berpotensi Langgar Hak Anak
Sementara itu, Ketua Umum FSGI Fahmi Hatib mengatakan, TNI bukan satu-satunya instansi yang bisa diajak kerja sama dalam pembinaan kesiswaan.
Kata dia, sekolah bisa melibatkan banyak instansi yang bisa dilibatkan seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPAPP), Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Kwarcab Pramuka, BNN, Kepolisian dan instansi terkait lainnya.
"Jadi sekolah tetap menjadi pusat pembelajaran dan pembinaan kesiswaan," ungkap Fahmi.
FSGI juga mengingatkan bahwa saat ini sudah ada Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP).
Aturan itu mengatur anak-anak yang terlibat kekerasan ditangani secara komprehensif dengan melibatkan instansi terkait di luar sekolah, seperti Dinas Sosial dan Dinas PPAPP selain sekolah dan Dinas Pendidikan setempat.
"Artinya penanganannya memang harus dilakukan bersama dengan pemerintah daerah. Ini yang harus diperkuat perannya di daerah," kata Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti.
Baca juga: Siswa Bermasalah Masuk Barak Militer, Pakar Unair: Ada Potensi Pelanggaran Hak Anak
Retno juga mengajak semua pihak untuk menggunakan peraturan perundangan dalam penanganan siswa bermasalah di sekolah, termasuk peran orangtua dalam pengasuhannya.
"Pemerintah Daerah harus memiliki program penguatan ketahanan keluarga dan Pemda harus memperbanyak pesikolog keluarga dalam membangun kesehatan mental anak dan orangtua," jelas Retno.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.