"Dan dari semua kasus yang saya tangani, tidak ada dari mereka yang meninggal. Tapi risiko kematian pada kasus eklamsia tinggi."
Tetapi, Dr Amorim meyakini bahwa kasus di Sao Mateus berbeda dengan kasus lain dalam sepanjang karirnya, terutama karena terungkapnya nama korban dan rumah sakit tempat anak tersebut melakukan aborsi.
"Aborsi dijamin oleh undang-undang dan harus ada penghormatan terhadap kerahasiaan," tandasnya.
"Pengungkapan ini perlu diselidiki. Ini adalah situasi yang sangat serius. Bagaimana orang itu mendapatkan data yang rahasia dan membocorkan informasi anak perempuan itu?"
Kehamilan gadis yang berusia 10 tahun itu terungkap pada 8 Agustus, setelah dia dibawa ke rumah sakit di Sao Mateus.
Berita kasus tersebut viral dan memunculkan perdebatan nasional yang bahkan melibatkan menteri-menteri di pemerintah.
Kontroversi semakin meningkat setelah dokter di rumah sakit umum, di ibu kota negara bagian Vitoria, menolak melakukan aborsi pada 14 Agustus, meskipun ada perintah yudisial, dengan alasan bahwa usia kehamilan melebihi batas 22 minggu yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan Brasil.
Baca juga: Kematian akibat Covid-19 di Brasil Tembus 100.000, Para Ahli Putus Asa
Rumah sakit Vitoria mengatakan bahwa penolakan melakukan aborsi dilakukan "atas dasar pertimbangan teknis dan tidak terkait ideologis".
Gadis itu akhirnya melakukan aborsi di Recife, sebuah kota yang berjarak 1.650 km, tiga hari kemudian.
"Setiap rumah sakit yang menangani perempuan hamil memiliki kewajiban untuk melakukan aborsi legal. Mereka menunggu izin yudisial di Espirito Santo dan ketika izin itu tiba, mereka mengklaim bahwa kehamilannya sudah lanjut," kata dokter Amorim.
Gadis itu dilaporkan "baik-baik saja". Pamannya ditangkap pada 18 Agustus setelah melarikan diri ke negara bagian tetangga.
Dokter Amorim mengatakan bahwa penting untuk gadis itu, seperti semua korban pelecehan seksual lainnya, menerima perawatan psikologis.
"Pemerkosaan meninggalkan bekas selamanya. Gadis-gadis ini tiba di rumah sakit dengan trauma. Mereka adalah anak-anak, bukan ibu," katanya.
"Mereka tidak menginginkan buah kekerasan di dalam rahim mereka."
"Jika mereka menerima semua dukungan, maka mereka punya masa depan dan martabat mereka dapat dipulihkan."
Meski telah puluhan tahun menyaksikan kenyataan yang mengejutkan, Melania Amorim tidak kehilangan rasa kesal dengan setiap kasus baru yang ia hadapi.
"Anda akan berpikir bahwa setelah bertahun-tahun di lapangan, kami akan terbiasa."
"Tapi dengan kasus di Espirito Santo ini, kemarahan bukan hanya tentang pemerkosaan dan kehamilan."
"Gadis itu diperkosa selama bertahun-tahun dan mengalami kekerasan baru oleh masyarakat yang mencoba mencabut hak hukumnya untuk melakukan aborsi," kata dokter itu.
Baca juga: Presiden Brasil Sebut Ada Jamur di Paru-parunya Pasca Pemulihan akibat Covid-19
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.