KOMPAS.com - Meskipun hanya sedikit dari 70-80 spesies jamur beracun yang benar-benar fatal jika tertelan, banyak dari jamur mematikan ini memiliki kemiripan yang dengan spesies yang bisa dimakan sehingga sangat berbahaya.
Kemampuan mengenali ciri dan karakter jamur-jamur beracun ini sangat penting, terutama bagi masyarakat yang mengandalkan pangan dari hutan.
Dilansir dari Encyclopedia Britannica, berikut adalah 7 jamur paling beracun di dunia:
Jamur topi kematian (Amanita phalloides) mungkin yang paling mematikan dari semua jamur.
Jamur ini dapat ditemukan di seluruh Eropa dan sangat mirip dengan jamur jerami yang dapat dimakan dan jamur caesar. Amatoxins dalam jamur topi kematian merupakan zat yang tahan panas dan tahan terhadap suhu memasak.
Baca juga: Ahli Gunakan Jamur Jadi Tameng Radiasi Luar Angkasa, Berfungsikah?
Ia dengan cepat merusak sel-sel di seluruh tubuh. Dalam 6 sampai 12 jam setelah konsumsi, seseorang dapat mengalami nyeri perut hebat, muntah, dan diare berdarah. Setelah itu, gejala parah yang melibatkan hati, ginjal, dan sistem saraf pusat dapat segera terjadi.
Kondisi ini menyebabkan koma dan kematian pada lebih dari 50 persen insiden.
Jamur Conocybe filaris adalah spesies jamur rumput umum di wilayah Pacific Northwest, Amerika Serikat.
Jamur ini mengandung mikotoksin yang sama dengan jamur topi kematian sehingga bisa berakibat fatal jika dimakan.
Timbulnya gejala gastrointestinal sering terjadi 6-24 jam setelah jamur dikonsumsi.
Baca juga: Mengapa Ada Jamur yang Beracun dan yang Tidak?
Seseorang yang mengonsumsi C. filaris mungkin tampak pulih untuk beberapa waktu.
Namun, gejalanya dapat muncul kembali dan menyebabkan gangguan pencernaan yang mengancam jiwa, ditambah dengan gagal hati dan ginjal.
Dua spesies webcap, yakni Cortinarius rubellus dan Cortinarius orellanus memiliki tampilan yang sangat mirip dan sejumlah varietasnya yang dapat dimakan.
Jamur ini memiliki racun yang dikenal sebagai orellanin, yang awalnya menyebabkan gejala yang mirip dengan flu biasa.
Orellanin memiliki periode laten yang sangat lama dan mungkin memakan waktu 2 hari hingga 3 minggu untuk menimbulkan gejala sehingga kerap menyebabkan kesalahan diagnosis.
Baca juga: 7 Fakta Infeksi Jamur Hitam Mukormikosis, Ada di Indonesia Sebelum Pandemi Covid-19