KOMPAS.com - Ketika para arkeolog menemukan sisa-sisa kerangka manusia dari masa lampau, salah satu pertanyaan pertama yang muncul adalah: apakah kerangka ini milik seorang pria atau wanita? Meskipun terdengar sederhana, menjawab pertanyaan ini melibatkan analisis yang rumit dan tidak selalu bisa dilakukan dengan kepastian mutlak.
“Secara umum, kami melihat perbedaan bentuk dan ukuran antara laki-laki dan perempuan,” ujar Sean Tallman, antropolog biologis dari Boston University. Namun, ia menekankan, “tidak ada satu pun metode yang akurasinya mencapai 100%.”
Salah satu pendekatan paling umum adalah mengukur tulang panjang seperti femur (paha) dan tibia (betis). Dari sana, para ahli menggunakan metode statistik untuk memprediksi jenis kelamin.
Menurut Kaleigh Best, antropolog dari Western Carolina University, rata-rata pria memiliki tubuh sekitar 15% lebih besar dibanding wanita. Tapi ukuran tubuh dipengaruhi oleh banyak faktor lain seperti genetika, pola makan, penyakit, dan lingkungan, sehingga metode ini memiliki akurasi hanya sekitar 80–90%.
Baca juga: Jenis Kelamin Anak Ditentukan Gen Ayah, Ini Penjelasan Ahli
Ketika tulang panggul terawetkan dengan baik, arkeolog memiliki peluang lebih besar untuk menebak jenis kelamin dengan tepat. Salah satu teknik paling andal adalah Metode Phenice, yang dikembangkan pada 1960-an. Metode ini berfokus pada bentuk tulang pubis — bagian depan panggul. Pubis yang lebih tinggi biasanya menunjukkan laki-laki, sedangkan yang lebih lebar cenderung menunjukkan perempuan.
Dengan pelatihan yang baik, seorang arkeolog dapat mencapai akurasi hingga 95% hanya dengan melihat struktur panggul ini.
Terobosan lebih mutakhir datang dari analisis DNA kuno, yang bisa mengidentifikasi jenis kelamin berdasarkan gen terkait produksi enamel gigi. Teknik ini telah mencapai akurasi sekitar 99%, bahkan untuk kerangka yang telah berusia ribuan tahun. Namun, tidak semua kerangka mengandung DNA yang masih bisa dianalisis, karena DNA cenderung rusak seiring waktu.
Baca juga: Ditemukan Kerangka Perempuan Berusia 1.500 Tahun yang Hidup dengan Belenggu Besi
Meskipun pendekatan ilmiah semakin presisi, para ilmuwan mengingatkan bahwa seks biologis tidak selalu bersifat biner. “Seks bukanlah sesuatu yang hitam-putih, melainkan bimodal,” jelas Donovan Adams dari University of Central Florida. Artinya, jika kita menggambarkan distribusi seks di grafik, kita akan melihat dua puncak utama (pria dan wanita), tetapi juga area tumpang tindih di antaranya — mereka yang berada dalam spektrum interseks.
Virginia Estabrook, antropolog dari University of Maryland, menyebutkan bahwa sekitar 1,7% populasi manusia memiliki kondisi interseks, atau sekitar 1 dari 50 orang. Ini mencakup berbagai kondisi seperti:
Baca juga: Apakah Rupa Cleopatra Bisa Terungkap dari Sisa Kerangka?
Salah satu kasus menarik adalah Casimir Pulaski, pahlawan Revolusi Amerika. Kerangkanya menunjukkan ciri pertumbuhan tulang khas perempuan, tapi catatan sejarah mengindikasikan bahwa ia hidup sebagai laki-laki. Estabrook menduga, Pulaski mungkin memiliki kondisi CAH, yang memungkinkan seseorang yang secara kromosom perempuan mengalami perkembangan ciri-ciri laki-laki.
“Kami biasanya tidak tahu siapa orang yang kami temukan dalam penggalian,” kata Estabrook. Karena itu, kasus Pulaski menjadi unik — kita punya narasi sejarah untuk dibandingkan dengan temuan biologis.
Baca juga: Berapa Lama Tubuh Orang Meninggal Akan Membusuk dan Tinggal Kerangka?
Identitas seseorang — mulai dari jenis kelamin hingga peran sosial — tidak hanya diwariskan, tetapi juga “diperankan” seumur hidup. “Anda harus ‘menjalani’ identitas itu setiap saat,” kata Adams. Tindakan sehari-hari seperti memanah atau menggiling gandum bisa meninggalkan bekas di tulang dan memberi petunjuk tentang gender dalam budaya tertentu.
Namun, ini menambah kompleksitas interpretasi. Contohnya, di Pompeii, DNA menunjukkan bahwa kerangka yang disangka ibu dan anak ternyata adalah seorang pria dan anak yang tidak memiliki hubungan darah. Di tempat lain, kuburan prajurit Viking yang dipenuhi senjata ternyata milik seorang perempuan secara kromosom.
Baca juga: Kerangka Vampir Ditemukan di Eropa
Meskipun analisis DNA memberikan ketepatan tinggi, tantangan dalam menginterpretasikan kerangka tetap besar, terutama karena keterbatasan data tentang individu interseks. “Setiap upaya kita untuk menarik garis tegas tentang seks biologis selalu dihadapkan pada pengecualian,” kata Estabrook.
Tallman menambahkan bahwa ketersediaan dana riset akan sangat menentukan masa depan studi interseks dan pemahaman kita tentang identitas masa lalu. “Semakin kita bisa menjelajahi nuansa, semakin lengkap gambaran masa lalu yang bisa kita lukis.”
Best menutup dengan refleksi, “Menentukan identitas seseorang dari kerangka mereka ternyata jauh lebih rumit dari yang kita bayangkan.”
Baca juga: Kerangka dengan Paku Tertancap di Kaki Jadi Bukti Pertama Penyaliban di Inggris
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.