KOMPAS.com - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) telah berjalan hampir dua bulan sejak awal Juli 2021.
Seiring dengan pemberlakuan PPKM, pemerintah mengklaim terjadi penurunan tren kasus infeksi virus corona, khususnya di wilayah Jawa-Bali.
Kendati demikian, angka kematian akibat Covid-19 belum menunjukkan tanda penurunan.
Hal ini terlihat dari angka kematian harian yang masih mencapai 1.000 setiap harinya.
Angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia bahkan sempat menjadi yang tertinggi di dunia dalam beberapa hari berturut-turut.
Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengatakan, tingginya angka kematian ini tak lepas dari banyaknya kasus yang belum terdeteksi.
"Kasus infeksi ini, mayoritas bahkan prediksi saya setidaknya tiga kali lipat yang tidak terdeteksi," kata Dicky saat dihubungi 优游国际.com, Minggu (22/8/2021).
"Ini yang akhirnya berkontribusi pada tingginya kematian akibat Covid-19, meskipun keterisian rumah sakit telah turun," ujar dia.
Apalagi, dalam konteks Indonesia, menurut Dicky, warga cenderung tidak pergi ke layanan kesehatan ketika sedang sakit.
Ia mengatakan, jumlah kasus yang tidak terdeteksi ini terlihat dari angka Test Protivity Rate (TPR) yang masih jauh di atas 5 persen.
Perlu diketahui, pandemi di suatu negara atau wilayah dikatakan terkendali jika memiliki TPR di bawah 5 persen.
Terlepas dari itu, Dicky mengapresiasi upaya pemerintah untuk terus meningkatkan testing, tracing, treatment (3T) dan vaksinasi selama PPKM.
Dampak dari upaya ini sudah terlihat dari penurunan tren kasus infeksi yang terlihat selama pelaksanaan PPKM.
"Memang sudah ada dampak terutama dari 3T yang sudah dilakukan pemerintah, meski masih jauh dari memadai," kata dia.
"Tapi dengan kombinasi vaksinasi, 3T, 5M, dan pembatasan ini mulai menunjukkan hasil meski belum ideal, karena kasus yang belum terdeteksi masih banyak," ujar Dicky.