KOMPAS.com - Para terduga pelaku kasus pelecehan seksual di lingkungan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berencana melaporkan balik korban yang berinisial MS.
Kuasa hukum terduga pelaku RT dan EO, Tegar Putuhena, mengatakan, tuduhan MS telah merugikan kliennya.
Ia mengatakan, kliennya menjadi korban perundungan oleh masyarakat luas dan warganet di media sosial karena identitasnya tersebar luas.
"Akibat rilis itu, identitas pribadi klien kami ikut tersebar, yang terjadi adalah cyber bullying," kata Tegar saat mendampingi kliennya menjalani pemeriksaan di Mapolres Metro Jakarta Pusat, Senin (6/9/2021).
"Kami berpikir akan menimbang secara serius untuk melakukan pelaporan baik terhadap si pelapor," lanjut dia.
Hal ini menjadi catatan panjang muramnya nasib para korban pelecehan seksual atau bullying yang kerap dilaporkan balik terduga pelaku.
Baca juga: Trending UU ITE usai Terduga Pelaku Pelecehan di KPI Laporkan Balik Korban
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, korban atau seseorang yang memberi kesaksian tidak dapat dituntut pidana atau perdata, sebelum kasusnya tuntas.
"Untuk kasus-kasus yang kemudian korbannya itu terlindungi LPSK, dalam UU LPSK diatur bahwa seseorang yang memberikan kesaksian dan mendapat perlindungan LPSK, tidak bisa dituntut pidana atau perdata, sebelum kasusnya selesai," kata Hasto kepada ÓÅÓιú¼Ê.com, Selasa (7/9/2021).
Atas dasar UU tersebut, Hasto menyebutkan, aparat penegak hukum harus menunda proses laporan dari para pelapor.
Akan tetapi, belum tentu semua korban berada dalam lindungan LPSK.
Hasto menjelaskan, LPSK memiliki dua mekanisme dalam kasus-kasus semacam itu.
Baca juga:
Pertama, korban atau saksi mengajukan permohonan pada LPSK, kemudian akan diinvestigasi dan dilakukan asesmen.
"Nanti kemudian diputuskan dalam rapat, apakah yang bersangkutan bisa terlindungi oleh LPSK," jelas dia.
Kedua, pihaknya selalu proaktif ketika mendengar ada peristiwa-peristiwa tertentu, dengan mendatangi saksi atau korban untuk memberi perlindungan.
Meski demikian, Hasto mengatakan, korban seringkali tidak mau dilindungi oleh LPSK. Misalnya, korban kasus-kasus asusila karena merasa malu.
"Ini justru yang menjadi tugas kami, karena LPSK harus mengampanyekan mereka bisa bersaksi, karena dengan bersaksi perkara pidana bisa terungkap lebih baik," ujar Hasto.
Di LPSK, kata Hasto, identitas korban akan dilindungi, serta terbebas dari ancaman, paksaan, baik dari penegak hukum atau pelaku.
Terlepas dari itu, ia berharap agar aparatur penegak hukum memiliki perspektif yang baik terhadap korban sehingga perlindungan pada saksi dan korban ini dikedepankan.
"Harapannya memang di aparat penegak hukum, harus berpihak pada korban," kata Hasto.
Baca juga:
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita ÓÅÓιú¼Ê.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.