KOMPAS.com - Untuk kesekian kalinya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar mendapat sorotan publik.
Kali ini, ia kembali dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK atas dugaan penerimaan fasilitas untuk menonton MotoGP Mandalika Maret 2022.
Fasilitas yang dimuksud berupa hotel hingga tiket menonton MotoGP Mandalika dari salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Laporan dugaan pelanggaran kode etik ini menambah catatan panjang kontroversi Lili.
Baca juga: 4 Fakta Lili Pintauli Siregar, dari Panitia Pengawas Pemilu hingga Dampingi Susno Duadji
Lantas, siapakah Lili Pintauli Siregar?
Dikutip dari laman resmi , wanita kelahiran 6 Februari 1966 ini memiliki latar belakang sebagai seorang advokat.
Lili merupakan lulusan Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Medan di bidang hukum, baik jenjang S1 maupun S2.
Mengawali karier sebagai asisten pembela umum di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan pada 1991-1992, ia kemudian bekerja di kantor advokat Asamta Parangiunangis, SH & Associates pada 1992-1993.
Pada 1994, Lili mulai aktif di Pusat Bantuan dan Penyadaran Hukum Indonesia (Pusbakumi) Medan hingga menjadi Direktur Eksekutif Pusbakumi pada 1999-2002.
Ia juga pernah menjadi Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) selama dua periode, mulai dari 2008-2013 hingga 2013-2018.
Selama perjalanan kariernya, ia tercatat pernah terlibat dalam pendampingan justice colaborator terkait kasus korupsi Wisma Atlet Hambalang, yaitu Mindo Rosalina Manulang, dikutip dari pemberitaan .
Lili juga termasuk orang yang setuju dengan revisi Undang-Undang KPK pada 2019.
Hanya saja, ia tidak setuju adanya Dewan Pengawas (Dewas) di tubuh KPK, khususnya berkaitan dengan urusan teknis kerja penyidik, seperti izin dalam penyeledikan atau penyidikan.
Ia juga tidak setuju adanya penambahan kewenangan KPK dalam menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Baca juga: Pelanggaran Etik Firli Bahuri, Gaya Hidup Mewah, dan Sanksi yang Dinilai Terlalu Ringan...
Lili sebelumnya dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran kode etik karena berkomunikasi dengan salah satu kontestan Pilkada 2020 di Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara.