优游国际

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan akan mengadakan pembicaraan terpisah dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada Senin (19/5/2025).

Langkah ini diambil setelah pertemuan antara delegasi Rusia dan Ukraina di Turkiye yang kembali gagal membuahkan kesepakatan gencatan senjata.

“Semoga ini akan menjadi hari yang produktif, gencatan senjata akan terjadi, dan perang yang sangat keras ini, perang yang seharusnya tidak pernah terjadi, akan berakhir,” tulis Trump melalui platform Truth Social, Sabtu (17/5/2025).

Baca juga: Serangan Drone Rusia Tewaskan 9 Warga Sipil Ukraina, Sehari Usai Perundingan di Turkiye

Trump dijadwalkan berbicara dengan Putin pada pukul 10.00 waktu setempat, lalu dilanjutkan dengan komunikasi bersama Zelensky dan beberapa anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Rusia ajukan tuntutan baru

Menurut seorang pejabat senior Ukraina yang terlibat dalam perundingan, pihak Rusia mengajukan tuntutan baru yang menghambat tercapainya kesepakatan, sebagaimana diberitakan Reuters pada Minggu (18/5/2025).

Moskwa meminta Ukraina menarik pasukannya dari seluruh wilayah yang diklaim Rusia sebelum bersedia menyetujui gencatan senjata.

Pertemuan yang berlangsung di Turkiye pada Jumat (16/5/2025) menjadi dialog tatap muka pertama antara kedua negara sejak Maret 2022, atau beberapa pekan setelah invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina dimulai.

Pertemuan itu hanya berlangsung selama satu jam 40 menit dan menghasilkan satu kesepakatan yakni pertukaran 1.000 tawanan perang dari masing-masing pihak. Namun, belum ada kepastian waktu pelaksanaan kesepakatan tersebut.

Baca juga: Ukraina Minta Sekutu Barat Tekan Rusia Usai Perundingan di Turkiye Zonk

Tekanan diplomatik dari AS

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov membenarkan bahwa persiapan sedang dilakukan untuk percakapan antara Putin dan Trump.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov juga telah menghubungi Menlu AS Marco Rubio, dan menyambut baik “peran positif” Washington dalam membantu menghidupkan kembali proses diplomatik.

Lavrov mengatakan, komunikasi antarnegara akan terus dilanjutkan. Dalam wawancara dengan media, Rubio menyatakan Rusia tengah “mengerjakan serangkaian ide dan persyaratan” demi melanjutkan proses gencatan senjata.

“Saya pikir pertanyaan Anda adalah, Apakah mereka memanfaatkan kita? Ya, itulah yang sedang kami coba cari tahu,” kata Rubio, yang sebelumnya juga menyebut Vatikan sebagai tempat netral yang mungkin bisa memfasilitasi dialog lebih lanjut.

Ukraina desak sanksi lebih keras

Sementara itu, Presiden Zelensky kembali menyerukan pemberlakuan sanksi yang lebih keras terhadap Moskwa. Seruan ini disampaikan setelah serangan pesawat nirawak Rusia menewaskan sembilan penumpang bus di wilayah Sumy, timur laut Ukraina.

“Ini adalah pembunuhan warga sipil yang disengaja. Tekanan harus diberikan kepada Rusia untuk menghentikan pembunuhan tersebut. Tanpa sanksi yang lebih keras, tanpa tekanan yang lebih kuat, Rusia tidak akan mencari diplomasi yang sesungguhnya,” terang Zelensky.

Rusia membantah menyerang warga sipil. Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim hanya menargetkan fasilitas militer dan menyatakan pasukannya berhasil merebut satu pemukiman lain di Ukraina timur.

Dalam kunjungannya ke kawasan Teluk pekan lalu, Trump sempat menawarkan diri untuk hadir dalam perundingan di Turkiye jika Putin juga bersedia hadir. Namun, Presiden Rusia itu hanya mengirimkan tim negosiator.

Baca juga:

Trump diketahui terus mendorong kedua belah pihak untuk menghentikan perang yang telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun.

Upayanya kali ini menambah tekanan internasional agar kedua negara segera mencapai gencatan senjata yang lebih permanen.