KOMPAS.com - Propaganda Jepang selama menjajah Indonesia pada 1942-1945 dilakukan dengan menggunakan slogan, istilah, hingga membentuk biro khusus.
Citra Jepang disiarkan untuk memberi kesan baik pada masyarakat Indonesia bahwa kedatangan mereka bertujuan untuk mengusir imprealisme Belanda.
Di antara propaganda Jepang di Indonesia, mereka kerap mengaku diri sebagai "saudara tua".
Baca juga: Sendenbu, Departemen Propaganda Jepang
Alasan Jepang mengaku "saudara tua" adalah untuk membangun citra positif dan mendapatkan kepercayaan dari rakyat Indonesia.
Mereka seolah ingin menunjukkan bahwa Jepang memiliki tanggung jawab untuk memimpin dan melindungi Indonesia.
Sikap Jepang ini dilanjutkan dengan menggandeng sejumlah tokoh-tokoh politik Indonesia, termasuk Ir. Soekarno.
Soekarno ditemani oleh Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan KH Mas Mansyur dalam memimpin Poetra (Poesat Tenaga Rakyat), organisasi bentukan Jepang pada 16 Aprl 1943, untuk mendukung perang melawan Sekutu.
Baca juga: Alasan Para Pemimpin Bangsa Bersedia Bekerja Sama dengan Jepang
Mereka juga diminta untuk jadi bagian dari pemerintahan, sesuatu yang tidak pernah dirasakan pemimpin Indonesia sebelumnya di masa kolonialisme Belanda.
Propaganda Jepang pada masa pendudukan menggunakan slogan-slogan seperti "Asia Raya" dan "Dai Nippon" untuk menunjukkan kekuatan dan keunggulan Jepang.
Propaganda lainnya dari Jepang di Indonesia saat itu adalah dengan menyerukan gerakan 3A. Gerakan 3A adalah:
Baca juga: Latar Belakang Kedatangan Jepang ke Indonesia
Untuk meluaskan propagandanya secara sistematis, Jepang membentuk departemen khusus porpaganda, yaitu Sendenbu.
Sendenbu membentuk enam biro khusus untuk menjadi alat propaganda Jepang. Keenam biro itu terdiri dari:
Sendenbu dapat merekrut tenaga propaganda dari bumiputera. Syaratnya adalah memiliki pengalaman sebagai politikus atau punya kedudukan di masyarakat, serta tergolong seniman dan penulis.
Baca juga: Alasan Rakyat Indonesia Menyambut Baik Kedatangan Jepang
Guru sekolah dan guru agama menjadi kalangan yang disukai Jepang untuk melancarkan propaganda. Kelompok Islam jadi andalan Jepang untuk membantu kampanyenya.
Jepang memberikan izin terbit atas media-media cetak Jepang, seperti Soeara Moeslimin Indonesia, yang diterbitkan Masyumi pada 1944. Mereka juga menggunakan pemimpin Islam dan kiai.
Pemerintah pendudukan Jepang juga menggunakan majalah Djawa Baroe. Majalah yang terbit pada 1 Januari 1943 ini turut menyiarkan doktrin, budaya, hingga kekuatan militer Jepang.
Refrensi: