KOMPAS.com - Sumpah Pemuda merupakan peristiwa penting dalam sejarah Indonesia karena menjadi salah satu tonggak bangsa ini meraih kemerdekaan.
Kebutuhan untuk bersatu sebagai suatu bangsa memicu para pemuda dari berbagai organisasi daerah berkumpul.
Hal ini memicu tumbuhnya kesadaran pemuda untuk mengubah pandangan perjuangannya, dari yang bersifat kedaerahan menjadi perjuangan nasional.
Berangkat dari situasi ini, para pemuda mengadakan Kongres Pemuda I pada 1926. Momen ini digunakan sebagai forum untuk mengumpulkan aspirasi semua pemuda.
Pada 12 Agustus 1928, para pemuda berkumpul lagi untuk merumuskan kembali cita-cita persatuan nasional. Topik itu pun sepakat dibahas pada Kongres Pemuda II pada 27-28 Oktober 1928.
Baca juga: Kongres Pemuda I: Sejarah, Tujuan, Ketua, dan Hasilnya
Selama dua hari rapat, para pemuda berkumpul di tiga lokasi berbeda, yakni gedung Katholieke Jongenlingen Bond, Oost Java Bioscoop, dan Indonesische Clubgebouw.
Rangkaian rapat yang dihelat ini berujung pada pembacaan keputusan. Mereka membuat pernyataan bersama yang menegaskan persatuan nasional dalam tajuk "Sumpah Pemuda".
Berikut ini bunyi Sumpah Pemuda:
Momen Sumpah Pemuda 1928 ini berarti penting bagi perjuangan nasional. Peristiwa tersebut memberi dampak terhadap timbulnya rasa persatuan di antara sesama rakyat terjajah di wilayah Hindia Belanda.
Baca juga: Siapa yang Menulis Naskah Sumpah Pemuda?
Berikut ini adalah dampak utama Sumpah Pemuda terhadap persatuan nasional:
Dampak utama Sumpah Pemuda yang pertama adalah tumbuhnya semangat kebangsaan. Hal ini ditandai dengan pengakuan atas satu kebangsaan dan satu tanah air, yaitu Indonesia. Kemudian, menjunjung tinggi Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Setelah 28 Oktober 1928, keragaman etnis dan agama di Indonesia yang sempat menciptakan corak perjuangan berbeda-beda menjadi inspirasi bagi tumbuhnya persatuan nasional dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Baca juga: 13 Tokoh Sumpah Pemuda dan Perannya
Lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan pada Kongres Pemuda kedua tanggal 28 Oktober 1928 membuat lagu ini kian memasyarakat.
Media massa lantas memuat dan menyebarkan lirik Indonesia Raya, seperti dilakukan Sin Po pada edisi 10 November 1928. Hal ini merupakan dampak utama Sumpah Pemuda berikutnya.
Saat itu, bahasa Belanda masih kerap dipakai di kegiatan-kegiatan publik para tokoh bumiputera.