KOMPAS.com – Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 bukanlah momen yang terjadi secara tiba-tiba. Ia merupakan puncak dari rangkaian panjang perjuangan dan kesadaran kolektif bangsa yang dimulai jauh sebelumnya.
Salah satu tonggak awal munculnya kesadaran kebangsaan itu adalah berdirinya organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908, yang kini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Organisasi ini lahir dari rahim pendidikan, khususnya dari sebuah sekolah kedokteran bernama STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) yang didirikan pemerintah kolonial Belanda di Batavia.
Lantas, bagaimana hubungan antara STOVIA dengan kelahiran Boedi Oetomo dan semangat kebangkitan nasional?
Baca juga:
Akhir abad ke-19, wilayah Hindia Belanda, terutama Pulau Jawa, dilanda berbagai wabah penyakit. Pemerintah kolonial membutuhkan banyak tenaga medis, namun biaya mendatangkan dokter dari Eropa sangat mahal.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Hindia Belanda memutuskan mendirikan sekolah kedokteran bagi pribumi.
Melalui Surat Keputusan Gubernemen No. 22 tanggal 2 Januari 1849, dibentuklah kursus juru kesehatan yang kemudian berkembang menjadi Sekolah Dokter Djawa pada 5 Juni 1853.
Lembaga ini mengalami beberapa kali perubahan nama hingga akhirnya pada tahun 1898 resmi disebut STOVIA.
STOVIA dibuka secara resmi pada Maret 1902 di kawasan Weltevreden, Batavia (kini sekitar Harmoni, Sawah Besar, hingga Senen).
Baca juga:
Gedung sekolah tersebut kini menjadi bagian dari Museum Kebangkitan Nasional.
Seiring waktu, STOVIA menjadi sekolah tinggi kedokteran pertama yang diperuntukkan bagi kaum pribumi dan kini menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Meski tampaknya ditujukan sebagai bentuk politik etis atau balas budi, pendidikan di STOVIA sejatinya lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah kolonial: mencetak dokter dari kalangan bumiputra yang bisa digaji murah.
Sekolah ini hanya terbuka untuk anak-anak dari kalangan menengah atau pegawai pemerintah, tidak menyentuh lapisan masyarakat bawah.
Dari sanalah muncul nama-nama besar dalam sejarah perjuangan nasional, seperti dr. Soetomo, dr. Wahidin Soedirohoesodo, dan dr. Cipto Mangunkusumo.