Pertarungan gladiator merupakan hiburan yang populer pada masa Republik Romawi (509 SM-27 SM) hingga Kekaisaran Romawi (31 SM-476 M).
Gladiator biasanya adalah seorang budak, tetapi ada pula sukarelawan yang mau mempertaruhkan nyawa untuk tampil di arena amfiteater atau gelanggang terbuka.
Secara hukum, gladiator dianggap sebagai properti, bukan manusia. Mereka bisa melawan gladiator lain, para pelaku kriminal, atau bahkan hewan buas.
Salah satu tempat gladiator bertarung yang paling terkenal adalah Colosseum di Roma, Italia.
Asal-usul
Para sejarawan memiliki perbedaan pendapat terkait asal-usul gladiator maupun pertarungan gladiator.
Banyak yang meyakini bahwa pertarungan gladiator berasal dari tradisi Etruria, pendahulu bangsa Romawi di Italia.
Orang-orang Etruria menghubungkan pertarungan gladiator dengan ritus kematian, sehingga memiliki makna keagamaan tertentu.
Diyakini bahwa gladiator pertama adalah budak yang dibiarkan bertarung dengan senjata sampai mati, di pemakaman seorang bangsawan terkemuka bernama Junius Brutus Pera.
Pertarungan gladiator itu dimaksudkan untuk memberi "penjaga" bagi orang yang meninggal di alam berikutnya.
Setelah orang-orang Etruria dikalahkan oleh bangsa Romawi, pertarungan gladiator tetap dilaksanakan, meski dalam praktiknya banyak mengalami pergeseran.
Istilah gladiator sendiri berasal dari bahasa Latin "gladiatores", merujuk pada senjata utama mereka "gladius", yang artinya pedang pendek.
Pertarungan gladiator era Romawi Kuno
Kontes gladiator pada masa Romawi pertama kali diselenggarakan pada 264 SM, untuk memperingati kematian seorang ayah.
Namun, dalam perkembangannya, pertarungan gladiator tidak lagi menjadi bagian prosesi pemakaman seseorang.
Pada periode Romawi Kuno, kontes gladiator identik dengan pertarungan berdarah untuk tujuan hiburan.
Pertarungan gladiator Romawi menjadi kesempatan bagi kaisar dan bangsawan kaya untuk menunjukkan kekayaan mereka kepada rakyat.
Selain itu, pertarungan gladiator biasanya digelar untuk merayakan kemenangan militer, menandai kunjungan dari pejabat penting, merayakan ulang tahun, atau sekadar mengalihkan perhatian rakyat dari masalah politik dan ekonomi saat itu.
Pertarungan berdarah tentang hidup atau mati para gladiator justru menjadi daya tarik dan hiburan tersendiri bagi masyarakat Romawi Kuno.
Pertarungan gladiator terbesar dan paling diminati pada masa Romawi Kuno diselenggarakan di Colosseum.
Saat pertandingan berlangsung, sebanyak 30.000-50.000 penonton dari berbagai lapisan masyarakat bisa memadati Colosseum demi sebuah tontonan berdarah.
Colosseum menjadi tempat hewan liar dan eksotis diburu, tahanan dieksekusi dan dilempar ke singa yang menjadi bintang pertunjukan, serta unjuk keberanian para gladiator.
Secara hukum, gladiator dianggap sebagai properti, bukan manusia. Para gladiator bisa dibunuh atas kemauan siapa pun yang membayar pertarungan mereka.
Meski pertarungan gladiator identik dengan permainan saling bunuh, tetapi penelitian mengungkap bahwa gladiator tidak selalu berusaha untuk saling membunuh.
Sembilan dari sepuluh gladiator bahkan selamat dari pertandingan. Dalam pertarungan, gladiator yang kalah tidak langsung dibunuh. Mereka bisa menyerah dan memohon ampun.
Namun, apabila pertandingan mereka disaksikan kaisar, maka kaisar yang akan menentukan seorang gladiator yang kalah akan dibunuh atau tidak.
Gladiator yang sering memenangkan pertarungan biasanya akan menjadi idola banyak orang dan populer di kalangan perempuan.
Salah satu nama gladiator paling terkenal dalam sejarah Romawi adalah Spartacus.
Kaisar secara resmi melarang kontes gladiator setelah seorang biarawan menjadi korban ketika hendak menghentikan pertarungan.
Sekolah gladiator
Biasanya, gladiator datang dari kalangan budak atau pelaku kriminal, dan ada pula tahanan perang yang dipaksa untuk bertarung.
Di samping itu, pernah ada seorang aristokrat yang bangkrut dan dipaksa mencari uang dengan menjadi gladiator.
Bahkan hingga sebelum tahun 200, perempuan juga diizinkan untuk bertarung sebagai gladiator.
Pada masa Romawi Kuno, ada sekolah gladiator khusus yang didirikan di seluruh kekaisaran.
Biasanya ada agen yang mengintai di seluruh kekaisaran untuk mencari orang yang potensial guna memenuhi permintaan yang terus meningkat dan mengisi sekolah pelatihan dengan gladiator yang hebat.
Kondisi di sekolah mirip dengan penjara, di mana terdapat sel kecil dan belenggu, tetapi makanannya lebih baik dan calon gladiator menerima perawatan medis, karena bagaimanapun mereka dianggap sebagai investasi.
Senjata gladiator
Selain pedang pendek yang disebut "gladius", gladiator juga menggunakan barbagai macam senjata lain.
Saat berlaga, mereka juga memakai baju zirah serta helm yang dibuat khusus dengan hiasan yang kaya motif dan dilengkapi jambul dari bulu burung unta atau merak.
Senjata dan baju besi seorang gladiator tergantung dari kelas mana mereka berasal. Terdapat empat kelas utama, yaitu:
Selain empat kelas tersebut, banyak jenis gladiator lain dengan senjata dan baju pelindung yang beragam, termasuk para pemanah, petinju, serta petarung yang melawan binatang buas.
/stori/read/2022/07/14/150000979/gladiator-petarung-era-romawi-kuno