KOMPAS.com - Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Negeri Surabaya (Unesa), dr. Rahmantio Adi, Sp.PD, mengatakan vape juga bisa menjadi salah satu faktor penyebab diabetes.
Diabetes atau kencing manis merupakan penyakit dengan kasus terbanyak ketiga di Indonesia setelah stroke dan jantung.
Diabetes kini tidak hanya menyerang orangtua, tetapi juga terjadi pada siapa saja, termasuk kalangan muda seperti mahasiswa.
Diabetes di antaranya disebabkan gaya hidup yang tidak sehat seperti mengonsumsi gula berlebih.
Menurut Rahmantio, vape mengandung berbagai zat yang dapat memengaruhi metabolisme tubuh. Seperti nikotin, karsinogenik, dan masih banyak kandungan berbahaya lainnya.
Baca juga: 10 Beasiswa S1 ke Luar Negeri buat Siswa SMK, Ada yang Tanpa TOEFL dan LoA
Kendati tidak memiliki kandungan TAR atau residu tembakau seperti karbon monoksida, tetapi vape memiliki bahan kimia lain dari penguapan.
"Kandungan bahaya dari vape itu akan menyebabkan lemak darah menjadi toxic. Sehingga mengganggu regulasi kerja insulin dalam mengatur gula darah," jelasnya, dilansir dari laman Unesa.
Sama halnya rokok pada umumnya, penggunaan vape berisiko menyebabkan lonjakan kadar gula darah. Ia menganalogikan vape dan rokok biasa itu seperti lampu dan lilin yang sama-sama untuk penerangan, hanya saja berbeda penggunaannya.
Selain itu, kandungan berbahaya dari cairan vape juga dapat menyebabkan resistensi insulin. Ketika tubuh menjadi kurang responsif terhadap insulin, hormon yang bertanggung jawab mengatur kadar gula darah, yang dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah secara signifikan.
Baca juga: 17 Beasiswa S1-S3 Luar Negeri Buka Bulan September-Desember 2024
Resistensi insulin merupakan salah satu faktor kunci dalam perkembangan diabetes tipe 2, yang kini kasusnya sering ditemukan pada remaja.
Lebih lanjut, bahan kimia lain dalam uap vape dapat menyebabkan peradangan dan stres oksidatif dalam tubuh.
Kedua kondisi ini, dapat merusak sistem metabolisme glukosa, sehingga tubuh kesulitan mengendalikan kadar gula darah.
"Efek ini dapat memperburuk risiko diabetes, terutama bagi mahasiswa yang sudah memiliki pola makan dan gaya hidup yang kurang sehat," terangnya.
Dokter spesialis penyakit dalam itu juga menekankan pentingnya mahasiswa untuk mengenali tanda-tanda awal diabetes.
Gejala diabetes sering kali muncul secara perlahan dan tidak disadari. Sehingga banyak orang yang baru mengetahui kondisinya ketika sudah berkembang menjadi lebih serius.