KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, meluncurkan program kontroversial yang mengirim siswa bermasalah ke barak militer untuk pendidikan karakter.
Program ini memicu perdebatan publik. Sebagian menilai efektif membentuk kedisiplinan, namun pemerhati hukum perlindungan anak mengingatkan risiko pelanggaran hak anak.
Dilansir 优游国际.com, Senin (19/05/2025), Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair), Zendy Wulan Ayu Widhi Prameswari, mengungkap bahwa pendekatan semacam ini harus dikaji secara serius.
Menurutnya, program yang menyasar anak usia sekolah itu bisa bertentangan dengan prinsip-prinsip utama Konvensi Hak Anak yang telah disahkan di Indonesia.
"Tempat ini memiliki potensi besar melanggar prinsip Hak Hidup, Kelangsungan dan Perkembangan Anak. Ketika anak tinggal di lingkungan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya, risiko kekerasan fisik maupun psikis menjadi sangat tinggi," ujar Zendy, dikutip dari laman Unair, Senin (19/5/2025).
Baca juga:
Zendy juga mempertanyakan partisipasi anak dalam kebijakan ini. Ia menyoroti apakah keputusan mengirim anak ke barak militer sudah melibatkan suara anak itu sendiri.
"Apakah pendapat anak didengar dan dipertimbangkan secara sungguh-sungguh? Atau justru keputusan diambil sepihak oleh orang tua, sekolah, atau pemerintah?" tegasnya.
Ia menilai hal ini bisa melanggar prinsip penghargaan terhadap pendapat anak sebagaimana diatur dalam Konvensi Hak Anak.
Pentingnya prinsip non-diskriminasi juga ditekankan. Menurut Zendy, pengkategorian anak sebagai ‘nakal’ atau ‘bermasalah’ harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan stigma sosial.
"Harus jelas kriteria yang digunakan. Kalau tidak, ini bisa menimbulkan diskriminasi yang melanggar hak anak untuk diperlakukan secara adil," ungkapnya.
Baca juga: Lemhannas: Anak Bisa Petantang-petenteng Setelah Keluar dari Barak Militer
Sebagai solusi, Zendy merekomendasikan pendekatan berbasis hak anak yang fokus pada rehabilitasi dan pencegahan, bukan hukuman fisik.
"Pemerintah seharusnya memberi bimbingan, pendampingan psikososial, melibatkan anak dalam pengambilan keputusan, serta memperlakukan mereka sebagai subjek hak, bukan objek hukuman," jelasnya.
Ia juga menegaskan pentingnya peran konselor dan psikolog anak dalam menangani kasus perilaku bermasalah.
Baca juga:
Zendy menutup dengan penekanan pada aspek pengawasan terhadap program ini.
Ia mempertanyakan siapa yang akan diberi kewenangan untuk memastikan bahwa pelaksanaan program tidak menyimpang dari prinsip-prinsip perlindungan anak.
"Satu lagi, hal yang perlu mendapatkan perhatian untuk program ini adalah pentingnya pengawasan. Siapa yang akan mendapat kewenangan untuk mengawasi pelaksanaan program ini adalah hal yang krusial," pungkasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di 优游国际.com dengan judul Siswa Bermasalah Masuk Barak Militer, Pakar Unair: Ada Potensi Pelanggaran Hak Anak, Klik untuk baca:
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.