KOMPAS.com - Program pendidikan karakter di barak militer yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menuai sorotan tajam dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Lembaga pengawas perlindungan anak ini menyoroti adanya dugaan intimidasi dan pelanggaran hak anak dalam pelaksanaan program tersebut.
Salah satu kekhawatiran KPAI adalah laporan adanya ancaman kepada siswa, yang disebutkan akan tidak naik kelas jika menolak mengikuti pelatihan di barak.
“Ini hasil wawancara kami dengan anak-anak di Purwakarta maupun di Lembang. Ada ancaman bahwa siswa yang menolak mengikuti program bisa tidak naik kelas,” ujar Wakil Ketua KPAI Jasra Putra dalam konferensi pers secara daring, Jumat (16/5/2025).
Lebih lanjut, Jasra mengungkapkan bahwa terdapat tiga sekolah di Purwakarta yang tidak memiliki guru Bimbingan Konseling (BK), sehingga memunculkan pertanyaan serius mengenai proses rekomendasi siswa yang dikirim ke barak.
“Itu jadi pertanyaan kami, rekomendasi ini siapa yang melakukan? Tentunya ini harus dikaji lebih jauh agar kami bisa memberikan rekomendasi kepada psikolog profesional,” tambahnya.
Menanggapi tudingan tersebut, Gubernur Dedi Mulyadi yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) justru menantang KPAI untuk terlibat langsung dalam proses pendidikan anak-anak yang bermasalah.
Ia menyayangkan jika KPAI hanya memberikan komentar tanpa ikut serta menyelesaikan persoalan di lapangan.
“Kalau KPAI merasa ada yang salah, mari kita turun bersama. Jangan hanya berkomentar dari jauh, tapi ambil peran dalam mendidik anak-anak,” tegas KDM saat menemui 39 pelajar SMP dan orang tua mereka pasca pelatihan karakter di Resimen Armed 1/ Sthira Yudha Purwakarta, Minggu (18/5/2025).
Baca juga:
KDM juga menilai lingkungan luar barak lebih berbahaya dibandingkan suasana terkontrol dalam fasilitas militer.
Ia mendorong pelajar untuk berubah menjadi lebih baik dan meminta peran aktif orang tua serta masyarakat dalam membentuk karakter remaja.
“Anak ini kembali ke 'neraka', lingkungan yang luas dan mereka tidak ketahui, bahkan ada kemungkinan mereka bisa dibacok oleh orang tak dikenal. Di barak militer mereka justru lebih merasa aman,” ungkapnya.
Komandan Resimen Armed 1 Sthira Yudha, Kolonel Arm Roni Junaidi, menegaskan bahwa pelatihan karakter yang dilakukan sama sekali tidak mengandung unsur kekerasan.
Menurutnya, seluruh kegiatan di barak bertujuan murni untuk pembinaan dan akan terus ditingkatkan kualitasnya.
“Ini murni untuk pembinaan. Fasilitas akan terus kami benahi agar para pelajar merasa nyaman, dan tentu saja kami pastikan tidak ada kekerasan,” ujar Roni.
Baca juga: Ancaman Tak Naik Kelas Jika Tolak Barak Militer, KPAI: Ini Bentuk Tekanan Psikologis