优游国际

KOMPAS.com - Para ilmuwan baru-baru ini melakukan uji coba yang tidak biasa terkait Covid-19 untuk memahami lebih dalam karakteristik virus. Mereka memaparkan virus SARS-CoV-2 kepada sejumlah peserta yang berusia muda dan sehat.

Dalam studi yang dipublikasikan pada Selasa (1/2/2022) di jurnal pra-cetak Springer Nature itu, tim merekrut 34 orang berusia 18 hingga 30 tahun, dan belum pernah terinfeksi Covid-19 atau menerima vaksin.

Kendati studi tersebut belum ditinjau oleh rekan sejawat, para imuwan mencatat bahwa penelitian ini dapat memberikan wawasan tentang Covid-19, sejak seseorang terpapar hingga dinyatakan sembuh.

Dilansir dari Science Alert, Kamis (3/2/2022) setiap peserta penelitian diberikan virus corona dosis rendah melalui tetesan yang ditaruh di hidung. Tetesan ini mengandung jumlah virus yang setara dengan satu tetes cairan hidung dari orang yang positif Covid-19.

Baca juga: Studi: Virus Corona Kehilangan 90 Persen Kemampuan Menginfeksi Setelah 20 Menit di Udara

Adapun varian virus yang digunakan dalam penelitian ialah varian Alpha atau B.1.1.7 dan membawa mutasi D614G. Mutasi ini, kata mereka, dapat memengaruhi spike protein yang digunakan virus untuk menginfeksi sel, dan diduga mampu meningkatkan penularan virus.

Setelah terpapar, sebanyak 18 peserta dinyatakan terinfeksi virus corona, sementara 16 di antaranya mengalami gejala Covid-19 ringan hingga sedang, termasuk sakit tenggorokan, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, kelelahan, serta demam.

Para ilmuwan berkata bahwa 13 orang yang terinfeksi virus corona dilaporkan mengalami anosmia atau hilangnya kemampuan indra penciuman.

Sekitar tiga bulan kemudian, indra penciuman ke-10 peserta kembali normal, namun tiga peserta lainnya belum menunjukkan pemulihan pada saat itu.

"Tidak ada gejala parah atau masalah klinis dalam model studi infeksi kami dari peserta dewasa muda yang sehat," kata pemimpin studi dari Imperial College London, Dr Christopher Chiu.

Hasil penelitian tersebut pun dikatakan Chiu mewakili infeksi Covid-19 yang ringan.

Para ilmuwan juga mengungkapkan bahwa periode inkubasi atau waktu sejak pertama kali terpapar hingga deteksi melalui tes, rata-rata adalah 42 jam.

Chiu dan timnya mengambil sampel usap (swab) dari tenggorokan dan hidung ke-18 peserta dua kali sehari, lalu menghitung jumlah virus yang hidup, atau bisa menular menggunakan tes PCR serta uji di laboratorium.

Hasilnya, jumlah virus corona pada peserta meningkat dengan cepat setelah masa inkubasi. Selain itu, mayoritas viral load virus pada peserta melonjak lima hari setelah pertama kali terpapar.

Didapatkan pula virus yang menginfeksi tenggorokan umumnya lebih sedikit dibandingkan di area hidung.

"Kami menemukan bahwa secara keseluruhan, tes aliran lateral berhubungan dengan keberadaan virus sebagaimana dikonfirmasi dalam tes laboratorium," kata Chiu.

Baca juga: Jika Ada Anggota Keluarga yang Positif Covid-19, Apa yang Harus Dilakukan?

Di sisi lain, uji coba ini sebenarnya bukan lah hal baru, sebab para ilmuwan sebelumnya juga telah melakukan eksperimen secara langsung kepada manusia guna mempelajari penyakit seperti flu, malaria, hingga kolera.

Nantinya, tim berencana untuk menyelidiki penyebab mengapa beberapa peserta tidak terinfeksi virus corona. Mereka juga berencana untuk menjalankan uji coba serupa menggunakan varian Delta.

"Meskipun ada perbedaan dalam penularan karena munculnya varian, seperti Delta dan Omicron, pada dasarnya, ini adalah penyakit yang sama, dan faktor yang sama akan bertanggung jawab untuk perlindungan terhadapnya," jelasnya.