KOMPAS.com - Pandemi virus corona yang melanda dunia belum berakhir. Sejumlah negara masih terus melaporkan adanya kasus baru infeksi Covid-19 di wilayahnya.
Virus penyebab penyakit Covid-19 tersebut, sejauh ini telah menginfeksi sebanyak 115.765.405 orang di seluruh dunia.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 91.466.931 orang telah dinyatakan pulih dan 2.571.756 lainnya meninggal dunia.
Hingga Kamis, 4 Maret 2021 pukul 10.30 WIB, Amerika Serikat masih menduduki peringkat wahid dengan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 terbanyak di dunia, disusul india, Brasil, Rusia, inggris, Perancis, dan negara-negara lainnya.
Berikut lima negara dengan kasus terbanyak secara global:
1. Amerika Serikat
Kasus positif infeksi Covid-19 di Amerika Serikat dilaporkan sebanyak 29.456.377 kasus.
Dari total kasus di atas, sebanyak 20.003.325 kasus telah dinyatakan pulih.
Sementara itu, infeksi Covid-19 telah menewaskan 531.652 orang di negara ini.
2. India
Berada di posisi kedua negara dengan kasus positif Covid-19 terbanyak di dunia, India mencatat sebanyak 11.156.748 kasus positif.
Adapun sebanyak 10.824.233 orang telah sembuh dan 157.471 lainnya meninggal dunia.
3. Brasil
Menyusul di posisi ketiga, kasus infeksi Covid-19 di negara ini mencapai 10.722.211 kasus positif.
Dari jumlah ini, sebanyak 9.591.590 orang telah sembuh.
Untuk diketahui, virus corona telah menewaskan 259.402 orang di Brasil.
4. Rusia
Kasus infeksi di Rusia masih terus naik, dengan 4.287.750 orang dinyatakan positif Covid-19.
Sementara itu, sebanyak 2.853.734 orang dilaporkan telah pulih dan 87.348 lainnya meninggal dunia.
5. Inggris
Sejauh ini, kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Inggris dilaporkan sebanyak 4.194.785 kasus.
Dari jumlah ini, sebanyak 3.005.720 kasus telah dinyatakan pulih.
Sementara itu, virus SARS-Cov-2 telah menewaskan 123.783 orang di negara ini.
Vaksin Pfizer disebutkan kurang efektif pada penderita obesitas
Sebuah studi yang dilakukan di Italia menemukan bahwa vaksin Pfizer-BioNtech kemungkinan kurang efektif pada orang yang menderita obesitas.
Hal tersebut diungkapkan setelah petugas layanan kesehatan yang obesitas disuntik dengan vaksin Pfizer, tidak dapat memproduksi antibodi sebanyak petugas kesehatan lainnya.
Melansir Independent, para ilmuwan Italia menguji keberadaan antibodi pada sukarelawan, setelah dua dosis jab BNT162b2 dipisahkan selama 21 hari.
Penelitian dilakukan pada 158 perempuan dan 90 laki-laki berusia 23-69 tahun. Semuanya mengembangkan respons imun setelah inokulasi.
Para ilmuwan mencatat korelasi antara indeks massa tubuh (BMI) dan keberadaan antibodi, dengan subjek yang lebih rendah pada skala menunjukkan respons yang lebih kuat.
Wanita yang lebih muda, memiliki konsentrasi antibodi yang lebih tinggi.
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut
Kendati demikian, para ilmuwan mengatakan bahwa masih diperlukan lebih banyak studi mengenai hal ini.
"Efektivitas vaksin Covid-19 pada orang dengan obesitas merupakan masalah kritis, karena obesitas menjadi faktor risiko utama morbiditas dan mortalitas pasien Covid-19, program vaksinasi yang efisien wajib direncanakan di subkelompok ini," kata para peneliti.
Obesitas, ujar peneliti, terkait dengan populasi mikroba yang kurang beragam di usus, hidung dan paru-paru, dengan komposisi dan fungsi metabolisme yang berubah dibandingkan dengan seseorang dengan berat badan normal.
"Baru-baru ini, peneliti melaporkan bahwa perubahan mikrobioma usus, dengan mengonsumsi antibiotik, dapat mengubah respons terhadap vaksin flu," ujarnya.
"Selain itu, vaksin untuk influenza, hepatitis B, dan rabies menunjukkan penurunan respons pada mereka yang mengalami obesitas dibandingkan dengan mereka yang kurus," tutur peneliti.
Para ahli mengklaim bahwa ini merupakan penelitian pertama yang menganalisis respons vaksin Covid-19 dalam kaitannya dengan BMI.
"Data kami menekankan pentingnya pemantauan vaksinasi yang cermat terhadap orang-orang yang mengalami obesitas, mengingat semakin banyaknya negara dengan masalah obesitas," tegas ahli.
/tren/read/2021/03/04/123600365/update-corona-global-4-maret-5-negara-dengan-kasus-covid-19-tertinggi