KOMPAS.com - Bantuan untuk korban gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI) menuai polemik.
Pasalnya, bantuan tersebut kini terancam gagal karena tidak adanya anggaran.
Diketahui, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mencatat 326 kasus gagal ginjal akut di 27 provinsi, 204 di antaranya meninggal dunia.
Kasus gagal ginjal akut ini diduga disebabkan oleh obat sirup yang tercemar zat kimia berbahaya etilen glikol dan dietilen glikol (EG/DEG).
Baca juga: Tentang Obat Sirup yang Mengandung Etilen Glikol dan Alternatifnya
Pada akhir Februari 2023, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa pemerintah akan memberi santunan kepada korban gagal ginjal akut.
Selain santunan, pihaknya juga akan mengusulkan agar obat-obatan pasien ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
"Jadi ada 2 (bantuan). Kalau yang terkena penyakit, obatnya ditanggung oleh BPJS kesehatan, kita bayari premi. Dan untuk yang meninggal ada santunan," kata Budi, dikutip dari pemberitaan , Selasa (28/2/2023).
Menurutnya, skema bantuan ini sedang dibicarakan lebih lanjut dengan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.
Sebab, Kemenko PMK yang memiliki wewenang untuk memberikan bantuan ini.
"Tadi baru diomongin sama Pak Menko, karena itu kewenangannya enggak ada di kita. Nanti Pak Menko akan bantu meneruskan," katanya lagi.
Pada 8 Maret 2023, Menko PMK Muhadjir menyebutkan bahwa bantuan korban gagal ginjal ini sedang diproses oleh Kementerian Sosial (Kemensos).
Pihaknya juga sudah menyampaikannya ke Mensos Tri Rismaharini.
"Sudah, saya juga sudah menyampaikan ke Bu Mensos. Bantuan gagal ginjal juga sekarang diproses di Kemensos, karena itu harus diverifikasi," kata Muhadjir, dikutip dari pemberitaan , Rabu (8/3/2023).
Bahkan, ia mengatakan Menkes juga sudah menyerahkan data penerima bantuan ke Kemensos.
Menurutnya, data tersebut perlu diverifikasi terlebih dahulu sebelum menyerahkan bantuan kepada korban.
Baca juga: