KOMPAS.com - Meskipun nyeri saat menstruasi dialami perempuan pada umumnya, beberapa kondisi menunjukkan masalah kesehatan yang lebih serius.
Pada kasus yang berbeda, nyeri saat menstruasi merupakan pertanda dari penyakit endometriosis.
Baca juga: Benarkah Stres Disebut Picu Endometriosis dan Kista pada Perempuan?
Untuk diketahui, endometriosis adalah keadaan saat sel-sel mirip dinding rahim yang menebal saat ovulasi tumbuh di luar organ tersebut.
Dilansir dari , Sabtu (5/4/2025), tercatat ada satu dari 10 perempuan usia produkfit yang mengalami kondisi ini di Inggris.
Kendati di Indonesia sendiri masih belum terdata secara pasti, Walafiat Hospital Journal (2024) menyebutkan bahwa di seluruh dunia angka prevalensi endometriosis di seluruh dunia mencapai 190 juta kasus pada wanita pada tahun 2021.
Namun hingga saat ini, penelitian tentang penyebab dan cara pengobatan endometriosis masih sedikit. Sehingga, banyak perempuan tidak menyadari kondisi ini.
Rata-rata penderita endometriosis mendapatkan diagnosis penyakit ini setelah mengalami gejala-gehalanya selama hampir tujuh tahun.
Gejala paling mencolok yang bisa membuat penyakit ini dideteksi adalah nyeri haid.
Seseorang dengan endometriosis akan merasakan nyeri di sekitar area panggul. Sering kali nyeri itu lebih parah saat masuk siklus menstruasi.
Berdasarkan jurnal American Medical Association JAMA Network Open (2025), peneliti dari Universitas Edinburgh menemukan bahwa nyeri yang dirasakan sebagai gejala endometriosis itu dipengaruhi oleh pola makan.
Para peneliti ini melakukan survei berskala internasional untuk mencari tahu hubungan rasa sakit akibat endometriosis dengan pola makan pada 2.599 orang.
Survei itu dilakukan pada orang-orang dari 51 negara dan 1.115 orang di antaranya berasal dari Inggris.
Mereka meminta para responden untuk melaporkan perubahan pola makan dan apa yang dirasakan setelah mengurangi konsumsi suatu produk.
Dari studi ini, para peneliti menemukan bahwa 45 persen responden yang berhenti makan gluten merasakan intensitas nyeri mereka berkurang.
Kemudian, 45 persen yang menghindari produk susu juga mengaku mengalami penurunan rasa nyeri.