KOMPAS.com - Organisasi Angkutan Sewa Khusus Indonesia (Oraski) menyatakan keberatan atas wacana penurunan potongan komisi dari 20 persen menjadi 10 persen bagi pengemudi transportasi online.
Ketua Umum Oraski, Fahmi Maharaja, menilai bahwa langkah tersebut justru berisiko merugikan para mitra pengemudi.
“Berkurangnya potongan aplikasi tidak akan membawa maslahat bagi driver online karena dengan berkurangnya potongan aplikasi output-nya adalah semakin tingginya tarif terhadap konsumen dan otomatis pendapat driver akan menurun, akibat berkurangnya pengguna aplikasi karena pindah ke layanan lain,” ujar Fahmi dalam keterangannya, Minggu (18/5/2025), dikutip 优游国际.com (18/05/2025).
Baca juga:
Fahmi menjelaskan bahwa penurunan komisi kemungkinan besar akan dibebankan ke konsumen dalam bentuk tarif yang lebih tinggi.
Hal ini, menurutnya, dapat berdampak pada menurunnya jumlah pelanggan dan pada akhirnya mengurangi pendapatan mitra pengemudi.
Ia juga menyebut bahwa wacana potongan 10 persen dapat menjadi preseden buruk bagi industri transportasi online.
Menurutnya, ekosistem yang selama ini terbentuk secara mandiri tanpa subsidi pemerintah seharusnya dilindungi, bukan diutak-atik.
Baca juga:
Daripada mengubah skema komisi, Fahmi mengusulkan agar pemerintah fokus memberikan insentif konkret yang bermanfaat bagi para driver.
“Pemerintah seharusnya justru memberikan subsidi dan melindungi kepentingan bisnis transportasi online dengan cara memberikan subsidi penghapusan PPN dan PPH dalam pembelian unit, potongan pajak pembelian sparepart, bantuan untuk edukasi driver,” tegasnya.
Sebelumnya, anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI-P, Adian Napitupulu, menyuarakan permintaan agar potongan komisi aplikator diturunkan menjadi 10 persen.
Adian menilai perusahaan aplikasi tidak memiliki tanggung jawab langsung terhadap operasional para pengemudi.
“Kenapa? Enggak punya tanggung jawab apa-apa. Enggak punya pool, enggak punya montir, enggak ngurus yang ketangkap, enggak apa-apa segala macam. Tiba-tiba dapat 20 persen,” ujar Adian dalam rapat dengar pendapat umum bersama aplikator ojol, Rabu (5/3/2025).
Baca juga:
Adian juga mengungkap kasus-kasus di mana pengemudi taksi dan ojek online mengalami penangkapan atau perlakuan tidak adil, tanpa adanya intervensi dari pihak aplikator.
“Sampai akhirnya saya pernah telepon Dirut Angkasa Pura II kalau tidak salah, dan saya bacakan pasal sama tindakan itu termasuk pasal penyanderaan,” katanya.
“Nah yang menarik adalah pihak aplikator enggak peduli peristiwa itu terjadi. Mereka tidak peduli supirnya ditangkap, disuruh push up, di beberapa tempat dipukuli, dan sebagainya mereka enggak peduli,” tambahnya.
Adian menilai kondisi ini sangat kontras dengan perusahaan taksi konvensional yang dinilai lebih peduli terhadap pengemudinya.
“Itu dia urus pool-nya, dia urus olinya, tabrakan dia bertanggung jawab, sopir ditangkap diurus ke polisi, dan sebagainya. Tapi keuntungannya sepertinya lebih besar yang online ini,” katanya.
Untuk itu, Adian mengusulkan agar revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ) ke depan dapat mengatur perlindungan yang lebih adil bagi para driver transportasi online, termasuk sistem pemotongan komisi.
“Dulu kalau tidak salah, pernah 10 persen ya, jatah aplikator itu. Lalu naik terus 15 persen, 20 persen, dan dalam praktiknya bisa di atas 20 persen,” tutupnya.
Sumber:
Sebagian artikel ini telah tayang di 优游国际.com dengan judul Asosiasi Taksi Online Ini Keberatan Wacana Potongan Aplikasi 10 Persen, Apa Alasannya?, Klik untuk baca:
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.