KOMPAS.com - Sebanyak 39 pelajar tingkat SMP di Purwakarta dikembalikan ke orangtua masing-masing pada Minggu (18/5/2025), setelah mengikuti program pendidikan berkarakter bela negara di Markas Resimen Armed 1/Sthira Yudha.
Program yang berlangsung selama 14 hari ini ditujukan untuk membentuk karakter disiplin dan nasionalisme bagi anak-anak yang sebelumnya dikenal memiliki perilaku menyimpang, seperti tawuran, bolos sekolah, bahkan konsumsi minuman keras.
"Alhamdulillah, setelah menjalani pendidikan berkarakter bela negara selama 14 hari, akhirnya mereka (para pelajar) bisa pulang," kata Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein, dikutip dari Antara.
Baca juga: Lemhanas: Anak Bisa Petantang-petenteng Setelah Keluar Dari Barak Militer
Meskipun pendidikan intensif telah usai, Bupati Saepul memastikan bahwa pembinaan terhadap para siswa tersebut tidak berhenti.
Ia menyebutkan akan ada sesi penyegaran (refresh) selama dua pekan berikutnya untuk memastikan perubahan perilaku yang dicapai tidak bersifat sementara.
"Agar perubahan ke arah yang lebih baik tidak bersifat sementara," ujarnya.
Menurut Saepul, pendidikan berkarakter yang dilakukan di lingkungan militer memiliki pendekatan disiplin yang kuat, termasuk kegiatan seperti menulis janji kepada diri sendiri, lingkungan, dan Tuhan. Pendekatan ini diyakini dapat memberi efek jangka panjang terhadap perilaku anak.
Baca juga: Ancaman Tak Naik Kelas Jika Tolak Barak Militer, KPAI: Ini Bentuk Tekanan Psikologis
Yeni, salah satu orangtua siswa, mengaku terharu dengan perubahan yang terjadi pada anaknya setelah mengikuti program.
"Anak saya berubah, lebih tenang, dan sopan," katanya.
Ia bahkan menceritakan bahwa anaknya yang sebelumnya terlibat tawuran kini mencium tangan orangtuanya dan meminta maaf.
"Mudah-mudahan terus bertahan dan dia bisa jadi anak yang lebih baik," harapnya.
Adapun Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyampaikan apresiasinya terhadap kritik yang datang mengenai penggunaan barak militer sebagai tempat pendidikan karakter bagi anak-anak dengan perilaku menyimpang.
Baca juga: KPAI: Kirim Siswa Nakal ke Barak Militer Berpotensi Langgar Hak Anak
Ia menilai bahwa kritik tersebut penting dan berasal dari lembaga yang memiliki kapabilitas dalam perlindungan anak.
Namun, Dedi menegaskan bahwa langkah ini diambil sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap kondisi kompleks yang dialami anak-anak di Jawa Barat.
"Tindakan-tindakan yang kami lakukan itu lebih didorong oleh rasa kemanusiaan dan tanggung jawab," ujar Dedi.
Ia juga menjelaskan bahwa dalam kondisi darurat, pemerintah daerah harus mengambil tindakan meskipun tidak ideal, dengan analogi perawat yang harus menolong pasien meskipun bukan dokter spesialis.
Baca juga:
Dedi mengungkapkan keprihatinannya terhadap maraknya kasus pelecehan seksual terhadap anak di Jawa Barat.
Menurutnya, hampir setiap hari ia menerima laporan terkait pelecehan yang dilakukan oleh orang-orang terdekat korban, termasuk ayah kandung, ayah tiri, paman, bahkan guru ngaji.
"Peristiwa itu hampir merata di setiap kabupaten kota di Jawa Barat," kata Dedi.
Sebagian artikel ini telah tayang di dengan judul "".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.