KOMPAS.com - Setiap tanggal 20 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas).
Tahun 2025 ini menandai peringatan ke-117 Hari Kebangkitan Nasional, yang menjadi momen reflektif sekaligus pengingat perjuangan kolektif rakyat Indonesia dalam membangun kesadaran berbangsa dan bernegara.
Namun, tahukah Anda mengapa 20 Mei dipilih sebagai tanggal peringatan Hari Kebangkitan Nasional?
Jawabannya berkaitan erat dengan berdirinya Budi Utomo, organisasi pergerakan nasional yang lahir pada 20 Mei 1908.
Meskipun Budi Utomo bukan organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia, tanggal kelahirannya dipilih karena dianggap sebagai simbol awal kesadaran nasional rakyat Indonesia.
Baca juga: Apa Latar Belakang Terjadinya Kebangkitan Nasional?
Organisasi Budi Utomo lahir dari semangat pendidikan yang disuarakan oleh dr. Wahidin Soedirohoesodo, seorang tokoh yang melakukan kampanye keliling Pulau Jawa untuk memperjuangkan Studie Fonds atau dana beasiswa bagi kaum bumiputera.
Ketika tiba di Batavia, dr. Wahidin berbicara di depan mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen).
Ia menekankan pentingnya pemerataan pendidikan bagi rakyat pribumi agar mampu mengangkat derajat mereka. Gagasan ini menginspirasi para mahasiswa STOVIA, termasuk Soetomo, untuk mendirikan sebuah organisasi yang kemudian dikenal sebagai Budi Utomo.
Kala itu, pemerintah kolonial Hindia Belanda bahkan menyebut Budi Utomo sebagai Het Schone Streven, yang berarti "bunga yang berkembang di tengah masyarakat terbelakang".
Baca juga: Tokoh Pahlawan di Balik Hari Kebangkitan Nasional, dari Dr. Wahidin hingga HOS Tjokroaminoto
Julukan ini menunjukkan bahwa kehadiran Budi Utomo dianggap membawa harapan di tengah keterjajahan.
Organisasi ini kemudian berkembang dengan membentuk redaksi surat kabar Darmo Kondo, yang menjadi media penyebar ide dan program-program organisasi.
Namun, karena masih bergantung pada dana dari kalangan priyayi Jawa, arah perjuangan Budi Utomo cenderung berfokus pada budaya Jawa dan pendidikan elite.
Dalam perkembangannya, Budi Utomo mengalami perpecahan menjadi dua arus besar.
Pertama, golongan konservatif yang ingin organisasi tetap eksklusif bagi priyayi Jawa dan Madura serta memusatkan perhatian pada pendidikan dan kebudayaan.
Kedua, golongan moderat yang ingin Budi Utomo menjadi organisasi terbuka dan merangkul semua golongan.