Arifin menerangkan, studi kelayakan juga mencakup peralatan yang akan dipakai untuk mengelola tambang.
Jika ormas keagamaan sudah mendapatkan IUP maka mereka wajib mengerjakan lahan tersebut dalam kurun waktu lima tahun.
Ormas keagamaan diharapkan dapat mengelola tambang dan berproduksi 2-3 tahun setelah IUP terbit.
Pemerintah juga mewajibkan ormas keagamaan yang mendapat IUP untuk membayar biaya kompensasi data informasi (KDI).
Baca juga: Respons MUI, Muhammadiyah, dan NU soal Izin Usaha Tambang untuk Ormas
Bahlil menuturkan, pemberian izin tambang untuk ormas keagamaan tidak terkait hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang dimenangkan oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Ia menegaskan, pemerintah memberikan izin kepada ormas keagamaan untuk mengelola tambang karena mereka sudah berperan dalam pembangunan dan kemajuan bangsa.
Bahlil mencontohkan peran NU dan Muhammadiyah yang mengeluarkan fatwa jihad ketika agresi militer pada 1948.
Tak hanya itu, pemerintah memberikan izin tambang untuk ormas keagamaan supaya meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam guna memacu pertumbuhan perekonomian Indonesia,
Bahlil menilai aturan tersebut akan menghasilkan keuntungan yang digunakan untuk kepentingan rakyat.
Ia menambahkan, ormas keagamaan juga berperan banyak ketika membantu pemerintah dalam menghadapi dinamika politik di daerah dan mencerdaskan generasi bangsa.
“Contoh katakanlah ada konflik di Ambon antaragama, waktu itu yang menyelesaikan tokoh-tokoh agama, ada NU, ada Muhammadiyah, ada tokoh-tokoh gereja, ada tokoh-tokoh dari Buddha, Hindu,” imbuh Bahlil.
“Dalam perspektif itu kemudian kami berpandangan bahwa organisasi keagamaan ini juga merupakan bagian aset negara dan mereka mengurus umat,” ujar Bahlil dikutip dari , Sabtu (8/6/2024).
Baca juga: Muncul Dugaan Permainan Izin Tambang, Bahlil Lahadalia Disebut Salah Gunakan Wewenang
Sejauh ini, baru PBNU yang mengajukan IUP dan izinnya diperkirakan keluar pada pekan ini.
Selain PBNU, ormas keagamaan lain seperti PP Muhammadiyah, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), dan Persatuan Hindu Dharma Indonesia (PHDI) belum mengajukan izin.
PP Muhammadiyah enggan terburu-buru menerima tawaran pemerintah untuk mengelola izin tambang, sementara PHDI mengaku masih mempelajari aturan baru ini.